Menikmati hidup sesederhana minum kopi hitam, membaca dan menulis buku, berenang di bawah matahari, berjalan kaki sepulang kerja dan kebebasan dalam hidup baik pikiran maupun tindakan. Bisa dibilang kopi menjadi minuman favorit saya untuk saat ini, kopi hitam tepatnya. Beberapa kali saya mencoba banyak jenis kopi dengan banyak rasa, namun tidak bisa dipungkiri bahwa kemurnian kopi hitam tetap menjadi nomor satu, tanpa gula, tanpa susu dan rasa-rasa yang lainnya.Â
Saya hanya ingin minum kopi, itu saja. Dulu saya tidak menyukai pahitnya rasa kopi yang diminum oleh kakek dan nenek setiap pagi, namun saat ini saya mulai mengerti kenapa mereka pada waktu itu menumbuk biji kopi sendiri, kemudian menyaring, menyedu, dan kemudian dinikmati begitu saja dengan singkong bakar. Singkong bakar ketika sudah matang, kemudian dibelah mengeluarkan asap "bwuuuhhhh" yang aromanya memang sangat cocok jika disandingkan dengan kopi. Saya masih ingat betul memori akan hal itu. Saya baru tahu bagaimana menikmati kopi.
Kemudian buku, buku menjadi teman saya paling dekat. Hingga akhirnya saya tertarik untuk menulis dan meluapkan semua yang ada di dalam pikiran. Khayalan dan imajinasi-imajinasi bisa tersampaikan melalui sebuah tulisan. Saya ingin orang membacanya. Lebih tepatnya,saya ingin Anda membacanya. Buku yang saya tulis sebentar lagi akan terbit berjudul "Aku & Gelas", buku ini seperti anak untukku. Jika seorang ibu cukup berani untuk hamil 9 bulan dan merawat anaknya hingga dewasa. Kira-kira seperti itulah kasih sayang yang saya tuangkan ke dalam buku ini. Akhirnya buku ini akan segera terbit, akhirnya anakku sudah bertumbuh menjadi dewasa. Akhirnya akan banyak yang orang yang membacanya. Mungkin kata yang tepat bukan "akhirnya", namun ini adalah awal untuk saya bisa berkata, bahwa salah satu yang ingin saya ingin lakukan sampai rambut saya putih adalah menulis. Menulis apapun itu, apa yang saya lihat, dengar, rasakan dan keresahan yang saya tidak ingin simpan sendiri.Â
Selain itu berenang, saya bisa berenang begitu saja ketika di umur yang sudah tidak muda lagi. Dulu waktu kecil, papa mengajarkan saya berenang, namun saya tidak pernah bisa melakukannya. Saya takut tenggelam, padahal kaki saya bisa menyentuh dasar kolam. Saya menyadari bahwa waktu itu, ketakutan yang saya rasakan sangat besar dibandingkan keinginan saya untuk bisa berenang, meskipun ada papa waktu itu. Kemudian saat ini saya bisa berenang begitu saja setiap pagi, karena konsistensi yang saya lakukan dari dua sampai tiga tahun terakhir, meskipun tanpa papa. Berenang juga tidak perlu tergesa-gesa, di awal saya mengira berenang agar bisa cepat sampai. Namun ternyata saya tidak ingin melewati moment dimana saya di bawah air, kemudian mengambil nafas keluar dari permukaan air, masuk ke dalam air kembali. Proses yang berulang seperti itu, ternyata yang sangat saya butuhkan. Berenang menjadi relaksasi tersendiri, saya banyak memikirkan hal di kepala saya. Namun target laps melatih saya untuk menjadi fokus ke dalam satu hal. Pekerjaan yang multitasking dan social media yang menjadi konsumsi saya hampir setiap hari membuat konsentrasi saya mudah terganggu. Saya rasa berenang membuat saya menjadi lebih waras dan saya begitu menikmatinya.
Berjalan kaki, mengingatkan saya ketika saya sakit kurang lebih satu minggu di Rumah Sakit beberapa tahun lalu. Saya tidak bisa melakukan apapun, saya hanya berbaring, tidak mandi, rambut berminyak, saya diharuskan banyak istirahat dan meminum banyak obat setiap beberapa jam. Saya tidak menyukai masa itu, saya merindukan jalan kaki, melihat langit, matahari dan merasakan udara. Saya teringat bagaimana lemahnya tubuh saya waktu itu dan mungkin karena itu saya mudah bersyukur ketika saya bisa menggunakan kaki saya berjalan jauh.Â
Yang terakhir mungkin adalah kebebasan, saya bersyukur hidup di jaman ini. Saya bisa melakukan apapun, kapanpun dan dimanapun. Saya tidak bisa bayangkan hidup di jaman penjajahan, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika saya menjadi salah satu perempuan yang hidup di jaman penjajahan Jepang yang kemudian dibuang di pulau Buru. Saya rasa saya menyukai sejarah, dengan begitu saya bisa menjalani kehidupan sekarang dengan lebih baik. Pesan yang disampaikan oleh Pramoedya Ananta Toer melalui bukunya  yang berjudul "Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer" terkadang muncul begitu saja di kepala saya. Membebaskan pikiran, seperti membebaskan burung dalam sangkar. Terbangkan dan temukan apa yang benar-benar kita inginkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H