Mohon tunggu...
Ebelianty
Ebelianty Mohon Tunggu... Lainnya - Suka Nulis

Merelaksasi diri dengan jalan kaki

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Tekanan Hidup Menghasilkan sebuah Karya

15 Juli 2024   20:53 Diperbarui: 15 Juli 2024   21:20 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Courtauld Institute Gallery interior Somerset House / Dok. Pribadi Pramoedya Ananta Toer (via IDN Times)

Attitude dalam merespon tekanan dan kondisi yang buruk ternyata sangat berpengaruh dengan sikap dan tindakan yang kita ambil. Kita akan lebih mudah cenderung emosional tanpa arah dan tidak menghasilkan apapun. Lain halnya dengan kedua tokoh yang saya kagumi, Van Gogh seorang pelukis asal Belanda dan Pramoedya Ananta Toer seorang penulis dari Indonesia. Keduanya ada di posisi yang penuh dengan tekananan, namun attitude keduanya menghasilkan karya yang begitu menakjubkan. Bahkan karya keduanya tidak lengkang oleh waktu.  

Sampai di ambang batas mana, akhirnya kita menyerah dengan keadaan yang penuh dengan tekanan? Kita begitu marah dengan situasi yang sama sekali tidak bisa kita kontrol dan cenderung menyalahkan keadaan? Tekanan hidup seperti himpitan batu besar yang membuat diri kita tidak bisa kemana-mana. Apakah kita sama sekali tidak bisa bergerak di antara himpitan batu itu? 

Van Gogh memiliki masalah kesehatan mental, dia sadar bahwa dirinya perlu disembuhkan. Dia menyerahkan dirinya ke rumah sakit. Di dalam situ dia menghasilkan sebuah lukisan yang sampai sekarang sangat terkenal di seluruh dunia. Bagaimana bisa orang sakit mampu melukis? Bagaimana bisa seseorang  di dalam sebuah ruangan yang terbatas namun memiliki imajinasi yang sangat tinggi? Apa yang dipikirkannya saat itu? Saya rasa dia tidak sedang memikirkan sakitnya, karena lukisan yang dibuatnya dari jendela kamar itu sangat indah dan melampaui kisah hidupnya yang pilu. Apakah dia tidak menyalahkan keadaan? Saya rasa pernah, namun imajinasi dan kesukaannya jauh lebih besar dari tekanan dan masalah hidup yang dia terima.  

Begitu juga dengan Pramoedya Ananta Toer, yang tidak berhenti menulis meskipun ada di dalam penjara. Dia dimasukkan penjara karena karyanya, namun keinginannya tidak pernah surut dan bahkan tidak dikalahkan oleh barisan jeruji besi. Bagaimana bisa seseorang yang berada di ruangan terbatas namun bisa menghasilkan buku-buku dengan analisa dan makna yang begitu dalam. Bagaimana bisa dengan kondisi yang begitu terpuruk, seseorang memilih untuk tidak terpuruk dan tidak membatasi diri serta imajinasi di dalam pikirannya?

Apakah kita bisa seperti itu? Dengan kondisi kita saat ini, mungkin setiap hari atau terkadang kita merasa tertekan dan dihimpit oleh berbagai masalah. Namun keadaan kita jauh lebih baik, kita hidup di jaman modern. Kita memiliki akses internet  dan kebebasan yang berlebih. Jangkauan kita masa kini lebih maju dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya, lantas bagaimana dan apa attitude yang kita pilih,  ketika menghadapi semua keresahan dan masalah dalam hidup? Apakah kita akan mengambil jalan pintas dan meledakkan emosi kita? atau kita memilih untuk menata dan menganalisa kembali semua yang terjadi? Apakah kita bisa membuat karya yang bermakna seperti Van Gogh dan Pramoedya Ananta Toer? Saya rasa semua itu dimulai dari sebuah penerimaan, penerimaan terhadap situasi dan diri sendiri yang kemudian akhirnya melahirkan attitude yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun