https://osccdn.medcom.id/images/content/2021/06/19/f5be35150c2d01e422e05505929568f0.jpg
Guru Aji tidak berhenti menyesali diri. Akibat blundernya, dua murid kesayangan, sekaligus orang terdekatnya, tewas. Blunder yang benar-benar ngalahin blundernya Maguire. Sama sekali tidak mencerminkan kepandaiannya. Kepandaian yang mengangkatnya menjadi guru, panutan, sekaligus pemimpin bangsa.
                                        * * *
Seperti Guru Tong, Guru Aji juga senang berkelana. Kalau Guru Tong berkelana ke barat dengan tiga muridnya, Guru Aji cukup membawa dua murid ke timur. Salah satunya bahkan nantinya ditinggal di tengah jalan.
                                      * * * * *
Suatu hari Guru Aji mendengar kabar tentang sebuah negeri yang wonderful. Tanahnya bisa menumbuhkan tanaman apa saja. Tongkat, kayu, dan batu bisa jadi tanaman. Hasil pertanian dari negeri itu menjadi rebutan pedagang asing. Pelabuhannya selalu sibuk didatangi saudagar dari negeri sebelah. Dan yang terpenting, bebas visa. Insting petualang dan penimba ilmu Guru Aji meronta-ronta. Ditemani dua muridnya, Dora dan Sembada, Guru Aji berkunjung ke negeri itu.Â
Setelah perjalanan laut yang begitu lama dan membosankan, sampailah ketiga pengelana itu di negeri yang katanya wonderful itu. Kabar itu ternyata tidak bohong. Ketiganya setuju bahwa negeri ini begitu indah dan subur.Â
Tapi kekaguman itu tidak bertahan lama. Dari penglihatan, desas-desus, dan survei sederhana yang mereka lakukan, ditemukan bahwa indeks kebahagiaan penduduk negeri wonderful itu begitu rendah. Penyebab utamanya adalah rezim yang lalim dan begitu represif.
Kaisar Dewata, begitu dia minta dipanggil, sering mengorbankan rakyatnya demi kesenangannya. Rakyat begitu resah, tetapi tidak ada yang berani melawan.Â
Guru Aji tergerak membantu rakyat negeri itu. Di negeri seindah ini, indeks kebahagiaan penduduknya tidak boleh rendah.Â
Misi awalnya adalah menyadarkan sang pemimpin akan kondisi rakyatnya. Mengingat misinya ini bukan tanpa risiko, Dora diminta menunggu di suatu tempat. Guru Aji juga menitipkan pusaka kesayangannya kepada murid yang ditinggal itu. Dia juga berpesan, kalau pusaka itu harus dijaga baik-baik dan tidak boleh diserahkan kepada siapapun, kecuali Guru Aji Sendiri.