Mohon tunggu...
Febri Yanti
Febri Yanti Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Pendidikan Geografi Universitas Lampung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nyatanya Kini Tiada...

24 Juni 2012   16:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:35 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semburat  cahaya jingga itu tetap bersinar meski semakin sayup dan pergi menjauh dari pandangan mata diikuti camar yang pergi menuju peraduan, juga debur ombak yang mulai tenang tak lagi kasar mengikis pasir ditepian pantai.
Adita masih terpaku menatap setangkai bunga digenggaman jemarinya yang masih lemas tanpa tenaga, terlebih gairah. Gadis belia ini tampak linglung, tatapan matanya kosong, sembari sesekali mengumpat kata kata yang tak pernah diketahui makna atau maksudnya. 'aaa, uuu, mmm, ooo, ppp, kkkaakkaka'. ia tertawa lepas, sangat bebasss...
hingga akhirnya ia kembali diam sejuta bahasa, namun kini tampak jelas apa yang sebenarnya ia simpan dan coba sembunyikan. Tetesan tetesan bening yang mengalir dari pelupuk matanya menjelaskan bahwa jiwanya kini tengah dipenuhi siksa dan dirundung duka, sangat dalam tampaknya luka itu menganga. Ia bangkit dari duduknya sembari menyeka air mata dengan tangan kirinya, maklum saja tangan kanannya masih memegang setangkai bunga layu.

Satu tahun sudah, gumam Adita. Satu tahun ka kamu pergi. Kecelakaan itu salahku, kalau saja aku tak memintamu menjemputku malam itu. kalau saja aku tidak menghubungimu ka. Andai malam itu pak Udin datang menjemput. Mungkin sekarang kita disini ka, menikmati sunset dipulau dewata Bali. Bulan madu yang indah, atau mungkin kita tengah menanti kehadiran buah cinta kita, penyejuk jiwa kita. Haah, andai aku saja malam itu. pasti semua tak menyakitkan seperti ini. ini terlalu menyayat hati. Kamu pergi, seminggu sebelum pernikahan kita Raka, ucap Adita lirih.

Ya, inilah keadaan Adita. Sepeninggal Raka teman, kekasih, partner kerja sekaligus tunangannya. Dulu sebelum kecelakaan naas itu Adita gadis yang begitu ceria,  selalu penuh canda dan jarang sekali ia mengalirkan air mata dikedua pipi bakpawnya itu. Tapi kini, sepeninggal Raka ia tampak selalu murung dan seolah menjadi orang paling menderita didunia. Ia selalu menyalahkan dirinyaa tas apa yang terjadi pada Raka.

Adita masih diam membatu, hatinya mungkin telah membatu, lidahnya tampak kelu. hingga tanpa ia sadari seseorang datang mendekatinya. Dan baru tersadar ketika Rita adiknya, menarik bajunya dan berkata. 'kak adita, ayo kekamar lagi sudah gelap ini, rita mau mandi dan segera nonton tv, ada konser Ungu tau, nanti ketinggalan'. rengek Rita.
Oh, iya iyyiiya sayang. maaf ya kakak lama. tanpa pikir panjang Adita berjalan mengikuti tarikan jemari kecil namun tampak kuat milik Rita adiknya.

Kini mereka telah tiba disebuah kamar hotel yang berukuran 5 x 6 m, berisikan sebuah tempat tidur, rak dan seperangkat televisi diseberangnya. sebuah lemari dipojok dekat pintu kamar mandi dan sebuah meja kecil tepat dibawah jendela.

Rita segera menuju kamar mandi, sedang Dita mendekati jendela dan melihat keluar dengan langit yang mulai gelap, namun ternyata gelap itu sirna ketika lampu-lampu kota dan bangunan itu terjaga setelah saat siang tadi tertidur nyenyak  dan malam ternyata lebih berwarna di Bali.

Dita kembali menerawang jauh, pikirannya seolah tak mau pergi dari semua kenangan tentang Raka. malam itu, kecelakaan naas itu, janji setia sampai ajal tiba itu. huuh, semua dusta, keluhnya. tapi ia tak bisa berbuat apa apa, toh takdir berkata lain. Raka meregang nyawa malam itu dan Dita kini harus sendiri. pernikahan gagal, penuh air mata yang kini ada. ingin rasanya dita tertawa bak orang gila, membuka jendela, terjun dari sana, buuumb, semua berakhir!! tapi akalnya masih cukup rasional untuk menyalahkan dan tidak membenarkan tindakan bodoh itu.

Rita selesai mandi, mendekati kakaknya lalu menghidupkan televisi. Ya, benar saja konser itu baru dimulai, Ungu menyanyikan beberapa lagu andalannya Rita tampak antusias menyaksikan semabri terkadang ikut bersuara dan bertepuk tangan. Tapi, dita?? ia masih diam. hingga sebuah lagu bersenandung dan menyentuh jiwanya yang hampa...

cinta adalah misteri dalam hidupku
Yang tak pernah ku tahu akhirnya
Namun tak seperti cintaku pada dirimu...

Yang harus tergenapi dalam kisah hidupku
Ku ingin selamanya mencintai dirimu
Sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
Ku ingin slamanya ada di sampingmu
Menyayangi dirimu sampai waktu kan memanggilku

Ku berharap abadi dalam hidupku
Mencintamu bahagia untukku
Karena kasihku hanya untuk dirimu
Selamanya kan tetap milikmu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun