Jika ada narasi seperti kalimat du atas sebagai judul artikel ini, bisa diambil arti bahwa makna yang dimunculkan bukanlah suasana atau perihal bau mulut orang berpuasa di bulan Ramadan ini, melainkan pada situasi dan kondisi yang berbeda.
Idiom di atas artinya lebih cenderung kepada 'ucapan' dari seseorang tentang orang lain dengan makna negatif, seperti mengumpat, menggossip, memfitnah, menggibah, mengejek atau tendesi buruk lainnya dengan berbagai motif yang melatar belakanginya.
Frase 'Hati-hati, Mungkin mulutmu lebih bau lagi!', bermakna bahwa mereka yang menuding orang lain sebagai orang yang suka berbohong, memfitnah, menggibah, dan lainnya, sebenarnya dirinya sendirilah yang lebih 'parah' bahkan bisa dikatakan seperti istilah  'maling teriak maling'.
Bagaimana dengan Mulut Orang yang Berpuasa?
Sudah bukan rahasia lagi, di bulan Ramadan ini, saat kita sedang berinteraksi verbal atau lisan dengan orang lain yaqng hampir semuanya sedang menjalankan ibadah puasa, terkadang ada aroma 'mau mulut' yang berseliweran di udara di sekitar kita.
Eits!, Tapi jangan mendongkol atau langsung memberikan respon lisan langsung yang terkadang menyakitkan hati orang lain tersebut. Jujur, memang tidak nyaman, dan hal mudah dilakukan yang sebaiknya menghindar saja tanpa mengeluarkan nada kata yang akan menyakitkan dari mulut kita.
Bisa jadi, sebenarnya tanpa disadari, mulut kita sendiri juga menghembuskan aroma yang tidak sedap saat berbicara, hanya saja lawan bicara Anda bisa memahami fenomena mulut bau selama di bulan Ramadan ini.
Seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, untuk menjawab fenomena bau mulut orang berpuasa yang tidak sedap tersebut, Rasulullah SAWÂ bersabda:
"Sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misk (kasturi)". (HR. Bukhari).
Maknanya, sesuatu hal itu mungkin buruk di mata manusia, namun di sisi Allah SWT, bau mulut orang yang berpuasa itu akan lebih harum dibandingkan dengan aroma wangi minyak kasturi (misk).