Baca Juga : Nabung Bersama Pacar,Spekulasi Berani atauInvestasi Ceroboh?
Sepertinya, ada gaya hidup sederhana terencana pada diri ini sejak dulu meskipun semua itu TIDAK direncanakan dan telah ditulis akan kebutuhan apa saja yang harus diprioritaskan. Oleh karena itu, tidak heran, saya masih mampu membeli rumah lagi untuk investasi di masa depan.
Bagaimana dengan masa sekarang yang menerima gaji plus tunjangan profesi guru yang besar?
Nah, di sini letak keanehannya. Semenjak tahun 2007, Pemerintah memberikan tunjangan sertifikasi guru sebesar satu pokok gaji sebagai Pegawai Negeri Sipil secara otomatis, penghasilan menjadi besar dan berlipat, tapi mengapa saat ini, saya tidak bisa mempunyai tabungan dan pengeluaran saya menjadi lebih besar serta hidup menjadi lebih boros?
Mau tidak mau, fenomena itu membuat saya menjadi harus introspeksi akan cara saya mengelola keuangan dari gaji yang saya terima. Apakah gaya hidup saya berubah? Ataukah kebutuhan hidup saat ini memang menjadi lebih besar?
Baca Juga : Tahu Wacana Single Salary dan Golden Shakehand, Masihkah Berminat Jadi PNS?
Ternyata memang harus diakui bahwa hal pertama adalah adanya perilaku dalam diri ini yang berubah karena menjadi lalai akan perencanaan dalam mengelola neraca pemasukan dan pengeluaran karena berbagai faktor.
Faktor Pertama adalah Pengeluaran tak terduga karena force majeur (keterpaksaan) seperti saat harus membiayai orangtua yang menderita sakit kanker. Juga, menyelesaikan kasus hutang piutang orangtua yang jatuh tempo atau membiayai biaya kuliah adik-adik yang belum mampu mandiri.
Semua pengeluaran di atas, mau tidak mau, telah mengacaukan tabungan keuangan yang sudah kita tata dengan baik untuk bekal di masa depan saat menjelang tua, atau pensiun semata untuk memenuhi satu bentuk "tanggung jawab" dalam keluarga besar.
Faktor Kedua adalah Pengeluaran terduga tapi tak direncanakan, seperti membeli barang yang terkadang kita tidak tahu manfaatnya. Bisa juga karena tertarik dengan iklan menggiurkan yang ada di online shop sehingga membuat kita hidup dalam barang-barang konsumtif yang ber-branded demi kesan gengsi ke orang lain.
Kasus di atas telah mengubah perilaku kita yang dulunya Shopalogic menjadi Shopaholic tanpa mempertimbangkan bahwa kemampuan keuangan diri kita dan juga barang yang kita beli itu sebagai satu kebutuhan atau hanya keinginan untuk dimiliki.