Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penjual Nasi Pecel dan Tukang Pijat yang Kupanggil "Ibu" adalah Seorang Pembohong

22 Desember 2023   13:38 Diperbarui: 12 April 2024   12:43 2134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kamar Paviliun rawat pasien di Rumah Sakit. Sumber gambar dokumen pribadi.

Itu adalah kalimat yang ditujukan padaku saat kupinta beliau untuk beristirahat pada siang hari karena paginya sudah lelah karena berjualan nasi pecel. Aku hanya ingin beliau tetap menjaga kesehatannya.

Namun sifat keras kepalanya sulit untuk dikalahkan. "Ibu melakukan ini juga demi membantu biaya pendidikanmu dan adik-adikmu agar kamu semua kelak bisa menjadi orang yang sukses".

Masih terngiang kalimat beliau seperti itu. Aku juga menyadari bahwa penghasilan ayahku sebagai pegawai rendahan sangatlah pas pasan untuk mencukupi biaya pendidikan dan kebutuhan hidup di kota besar seperti Surabaya.

Untuk sesaat, lamunanku pada masa kecilku dengan ibuku terhenti begitu ada dokter jaga paviliun rumah sakit yang mendadak masuk untuk pemeriksaan rutin kondisi pasien kamar per kamar.

"Bagaimana kondisi ibu saya, dok?!" tanyaku dengan perasaan kawatir kepada dokter tersebut.

"Sementara ini tidak ada masalah apa-apa dan mohon Anda selalu mendoakan agar beliau bisa segera sadar dan sembuh, ya!" jawab dokter itu dengan senyum ramah keibuannya.

Begitu kuletakkan pantatku di sofa dan kulirik jam di dinding yang telah menunjukkan waktu tinggal puluhan menit lagi menuju tengah malam. Sedikit heran juga, mengapa mata ini tidak ada sedikitpun perasaan mengantuk atau sekalipun mulut ini menguap.

Segera kurebahkan punggung ini di sofa tanpa beniat tidur sambil mencerna ucapan dokter wanita yang barusan keluar kamar. Apakah itu kalimat hanya untuk menyenangkan hati keluarga pasien yang berjaga atau memang kondisi ibuku benar-benar baik saja?

Tersentak aku bangkit dan duduk lagi untuk menebak maksud dari kalimat dokter itu. Jangan-jangan itu adalah sebuah kebohongan? Pikiranku mempermainkan emosi di hatiku hingga hatiku menjadi resah.

Kulihat ibuku yang masih terbaring dengan seksama. Wajahnya yang dulu sangat cantik dengan senyum gigi putihnya yang rapi, sekarang tinggal kulit keriput dengan giginya yang hampir habis. Kulit tubuhnya yang dulu kuning langsat, sekarang terlihat menghitam karena terik matahari dengan tubuhnya yang kurus kering. Rambutnya yang dulu lebat hitam lurus dan panjang, sekarang telah dipenuhi uban dan sudah rontok.

Tak kudasari, tiba-tiba ada cairan bening mengalir di pipi yang keluar menetes dari sudut mataku karena ibuku yang saat ini tergeletak sakit telah sering berbohong pada anak-anaknya dari dulu sampai sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun