"Kamu kumaafkan, tapi ingat!, Tak akan pernah aku lupakan perbuatan jahatmu padaku!"
Itu adalah kalimat jawaban yang mungkin pernah kita dengarkan pada saat ada orang lain yang meminta maaf secara tulus karena pernah berbuat salah atau berbuat jahat pada kita.
Bila seperti itu, sepertinya dianggap sudah memaafkan, namun maknanya sesungguhnya 'belum' lah tuntas dan ikhlas secara tulus.Â
Hal itu akan memunculkan sesuatu yang mengganjal di dalam hati bagi kedua belah pihak. Bagaimana tidak, kalimat memaafkan seperti itu jelas bernada mengancam. Masak, mau memaafkan saja dengan persyaratan tertentu?
Di hari suci lebaran, agar sempurna amalan kita setelah berpuasa wajib selama satu bulan, membayar zakat, dan melaksanakan ibadah sunnah salat taraweh, memburu Lailatul qadar agar diampuni semua dosa kita dan ditutup dengan salat sunnah Idul Fitri, haruslah kita lanjutkan untuk saling maaf-memaafkan di antara keluarga, sahabat dan handai taulan.
Halal bi halal, yaitu kembali suci lagi setelah memaafkan dengan saling berjabatan tangan, diucapkan secara lisan dan dibenarkan secara tulus oleh hati kita semua
Di dalam salah satu riwayat, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa, "Tidaklah Allah memberi tambahan kepada seseorang hamba yang suka memberi maaf melainkan kemuliaan," (Hadits Riwayat Muslim).
Sungguh, memaafkan kesalahan orang yang pernah berbuat salah pada kita bukanlah satu hal perkara yang mudah dan remeh. Mungkin lisan kita sudah memaafkan, tapi hati kita terkadang masih belum rela atau ikhlas.
Jadi harus bagaimana?
Pertama, harus disadari bahwa manusia di muka bumi ini adalah mahluk ciptaan Allah SWT yang selalu berbuat khilaf dan dosa selama hidup. Tidak ada satu pun manusia yang dikatakan sempurna di dunia ini.