Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Idiom : " Piye!?, Sik Penak Zamanku, to?!:

13 Desember 2022   09:00 Diperbarui: 18 Desember 2022   18:31 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali kita mendengarkan kalimat "Piye!? Sik Penak Zamanku to?! " (Bagaimana!? Masih Nyaman di Masa saya, kan!?). Itulah kalimat dalam bahasa Jawa yang diucapkan oleh banyak orang di masyarakat bahkan sudah menjadi idiom tersendiri dengan makna yang berbeda pula bagi yang mendengarnya.

Bahkan, kita juga bisa menemukan idiom tersebut pada T-shirt atau baliho ( billboard) di pinggir jalan. Lucunya juga, banyak ditulis di pintu bak truck dengan menampilkan foto Soeharto, mantan Presiden Republik Indonesia yang kedua. Justru yang menjadi pertanyaan menggelitik, siapa yang punya ide akan idiom dan memadukannya dengan foto mantan presiden, itu masihlah misterius sampai dengan sekarang.

Kita hanya menduga bahwa idiom itu dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat akan kebijakan suatu rezim pemerintahan saat berada di dalam eranya. Sebagai akibatnya, mereka yang tidak merasa puas, selalu membandingkan kebijakan pemerintah dengan masa pemerintahan sebelumnya. Bisa meliputi aspek hidup masyarakat di level apapun, namun yang utama adalah ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Hal yang paling krusial adalah bila ada  kebijakan kenaikan bahan bakar minyak ( BBM) dari pemerintah. Seketika idiom di atas acap terucap dari mulut masyarakat karena perasaan kekecewaan dan ketakutan bahwa dengan naiknya harga BBM, akan memicu kenaikan harga bahan-bahan pokok seperti sembako dan lainnya.

Dalam dunia pendidikan, Mas Nadim, Mendikbud Ristek kita, yang penuh dengan ide-ide briliannya di revolusi pendidikan negeri, mencoba menggulirkan bola liar dengan mengangkat para guru penggerak yang masih berusia muda untuk segera diangkat menjadi kepala sekolah. Bila perlu, kepala sekolah yang sudah lama menjabat agar kembali lagi menjadi seorang guru dan mengajar di kelas.

Belum usai juga polemik kebijakan model zonasi dalam penerimaan anak didik baru di semua jenjang sekolah negeri yang dituding oleh banyak pihak sebagai pemicu rendahnya kualitas lulusan secara berjamaah, yang otomatis membuat kualitas pendidikan di tanah air menjadi sangat rendah di banding negara lain.

Apalagi saat ini ada kebijakan moratorium dalam penerimaan pegawai negeri sipil ( PNS) di semua kementerian. Bila masih adapun, itu pasti melalui jalur ikatan dinas atau terpaksa mengangkat banyak pegawai pemerintah dengan status kontrak. Hal itu ( outsourcing) adalah lumrah dan sering dilakukan di instansi swasta untuk efisiensi dan kinerja perusahaan.

Kebijakan pemerintahan dari satu masa rezim yang sedang berkuasa, pastilah akan mempengaruhi setiap aspek hajat hidup masyarakat dan orang banyak. Sebelum kebijakan itu diberlakukan, tentu  sudah melalui kajian dan analisa dampak akan azaz manfaat dan kerugiannya. Sekarang tinggal kita sebagai individu dalam masyarakat, merasa diuntungkan atau dirugikan dengan adanya kebijakan pemerintah itu.

Saat banyak individu yang merasa kecewa dan membentuk kelompok, maka idiom " Piye!?, Sik Penak Zamanku, to?!" akan menjadi sangat bermakna bagi mereka. Namun, bila memang kebijakan yang dirasa berat itu bisa menjaga kokoh tegaknya untuk menjadi sebuah negara maju dan disegani oleh bangsa lain, maka tidak ada salahnya bagi kita untuk ikhlas dan bersatu mendukungnya.

Perubahan adalah hal wajar. Selama membawa kebermanfaatan bagi seluruh masyarakat yang lebih besar dibanding kelompok atau individu.  Yakinlah, sesuatu yang pasti dan abadi di dunia ini hanyalah perubahan itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun