Bagi saya tidak masalah. Apa sebab?
Jika merokok sangat vital dalam hidup anda, seperti juga anda tidak bisa hidup tanpa udara, misalnya, tanpa rokok anda tidak terinspirasi untuk berkarya, dimana karya itu adalah mesin cetak uang uatama penghasilan dalam hidup anda, maka timbanglah dengan kritis. Jika rokok adalah sesuatu yang sangat penting, maka dahulukan yang penting. Menyiksa diri tidak merokok demi puasa tapi dunia inspirasi dan ladang penghasilan anda kacau, maka itu sama dengan omong kosong.
Ini kalau anda mau berpikir kritis dan realistis.
Lalu apa modal saya untuk menghasut anda? Ya, apalagi kalau bukan hidup di alam nyata. Bukan di angan-angan. Berpijak dibumi. Menapak pada kehidupann nyata. Bukan ilusi dan utopia.
Alasan kedua, ini tidak begitu penting sebenarnya. Sejauh ini, saya belum menemukan ada larangan dari Nabi Muhammad secara langsung bahwa merokok membatalkan puasa. Yang ada hanya kumpulan ijtihad dan fatwa para ulama. Dan ijtihad dan fatwa, dikeluarkan oleh manusia. Bukan oleh Nabi apalagi Tuhan.
Dan karena saya juga manusia maka saya pun berhak untuk berfatwa: Merkok tidak perlu diributkan walaupun anda puasa.
Dan karena anda juga manusia, Maka anda juga berhak untuk tidak percaya apalagi menelan fatwa saya. Yang tidak boleh hanya satu: Mengamuk di kolom komentar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H