Mohon tunggu...
Earth Hour Indonesia
Earth Hour Indonesia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Earth Hour 2015: Sabtu, 28 Maret 2015 pukul 20.30 waktu setempat. Setelah satu jam, jadikan gaya hidup. Ini Aksiku! Mana Aksimu? earthhour.wwf.or.id

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

WWF dari Laut di Timur Indonesia

21 Maret 2014   01:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih ingat dengan tantangan Ini aksiku! Mana Aksimu? Yang dibuat pada Earth Hour pada tahun 2012 lalu? Ya, satu dari penantang saat itu adalah CEO WWF-Indonesia, PakEfransjah. Beliau menantang jika ada 500.000 orang mendaftarkan aksinya di situs Earth Hour Indonesia, maka ia akanmemimpin ekspedisi pendidikan lingkungan di atas kapal Gurano Bintang di Teluk Cendrawasih, Papua, selama 5 hari.

Baru-baru ini, tantangan tersebut berhasil dipenuhi!

Berikut adalah cerita Pak Efransjah dalam memimpin ekspedisi pendidikan lingkungan di kapal Gurano Bintang:

Di antara keindahan Teluk Cendrawasih, Papua, saya teringat cerita buto ijo dan buto terong, raksasa yang hidup di dalam hutan-hutan keramat di Jawa. Banyak masyarakat yang masih memercayai cerita itu hingga kini dan jadi tidak berani untuk masuk ke dalam hutan, apalagi merusaknya. Cerita tentang raksasa tersebut adalah bagian dari penyuluhan konservasi cara lama dengan membuat masyarakat takut.

Cerita-cerita seperti itu juga pernah saya dengar di Teluk Wondama, Papua Barat. Konon. jika nelayan bertemu dengan gurano bintang (ikan hiu paus), maka ia harus menghindar karena bisa kena sial.  Di sekitar Nabire, Papua, orang-orang setempat percaya bahwa Gurano Bintang adalah jelmaan hantu laut!

Gurano bintang sendiri adalah sebutan masyarakat Taman Nasional Teluk Cenderawasih bagi ikan raksasa Rhincodon Typus yang dikenal juga sebagai hiu paus. Ikan ini tampak seperti gabungan dari ikan hiu dan ikan paus. Gurano bintang adalah jenis yang cukup berbahaya di antara spesiesnya. Ikan yang tampilannya sebesar bus ini memiliki panjang sekitar 15 sampai 20 meter. Lebar mulutnya saja mencapai 3 meter. Ikan yang berkembang biak dengan bertelur dan melahirkan (ovovivipar) ini hanya ditemukan di Indonesia, Seychelles, Mexico, dan sepanjang sabuk khatulistiwa. Ia tidak berbahaya dan bisa didekati hingga jarak satu meter dengan snorkeling biasa.  Si mulut lebar ini ternyata bergigi halus dengan jumlah 3000 gigi. Mulutnya selalu siap untuk menyedot plankton, teri, puri, juga ikan-ikan kecil. [caption id="attachment_299859" align="aligncenter" width="624" caption="Penampakan Ikan Gurano Bintang"][/caption]

Gurano bintang dapat ditemukan di sekitar pantai di Probolinggo. Di sana, Gurano bintang dikenal dengan sebutan hiu tutul. Sayangnya, air laut di sana sangat keruh sehingga hiu tutul jarang sekali mau datang bermain. Berbeda dengan keadaan di Teluk Cendrawasih, hampir sepanjang tahun kita bisa bertemu dengan Gurano bintang.

Karena ukuran tubuhnya yang bisa membuat orang terkagum-kagum, nama ikan ini kami gunakan sebagai nama kapal kayu berbobot 34 ton, panjang 23 meter, dan lebar 5,3 meter milik Yayasan WWF-Indonesia yang rutin menyusuri Teluk Cendrawasih untuk mendakwahkan betapa pentingnya lingkungan kepada anak-anak sekolah Papua. [caption id="attachment_299860" align="aligncenter" width="600" caption="Kapal Gurano Bintang l © WWF-Indonesia"]

1395313369891277691
1395313369891277691
[/caption]

Kapal Gurano bintang juga digunakan untuk mengangkut staf WWF yang sedang bertugas untuk mengamati dan meneliti kehidupan ikan Gurano bintang. Kapal tersebut dikemudikan oleh kapten Bardin, staf WWF yang terkenal di wilayah Indonesia bagian Timur.

Si periang Bardin yang mempunyai moto: di laut kita jaya, di darat kita buaya, ini sangat terkenal kehebatannya dalam menjelajahi lautan Indonesia. Ia sering diminta untuk mengemudikan kapal dari Banyuwangi ke Manado, Sorong, sampai Wakatobi.

Ada juga Cassandra Tania, rekan wanita WWF kita yang selalu sibuk menyelam di Teluk Cendrawasih sambil memeriksa jenis kelamin hiu paus dan memindai pola tutul di dorsal binatang ini untuk identifikasi individu. Sudah lebih dari 90 ekor Gurano bintang yang berhasil diidentifikasi.   Cassandra atau dikenal juga dengan Cassie ini adalah staf yang mencerminkan WWF sebagai science-based organization. Bersama Hadi Fernandus, komandan jaga  penyelamat telur penyu di wilayah terpencil Jamursba Medi, Kepala Burung, mereka mewakili teman-teman di Defence Team WWF.

Sudah sejak lama WWF beraksi di pulau Papua sambil menerapkan strategi Defence and Attack (bertahan dan menyerang) yang diadaptasi dari olahraga sepak bola. Selain mengurus Gurano bintang dan penyu belimbing sebagai upaya untuk bertahan demi menjaga bumi, WWF juga melakukan “penyerangan” atau aksinya di Tanah Papua, seperti mengupayakan pengkajian tata ruang, community logging, advokasi peraturan daerah, dan regulasi lokal berbasis konservasi.

Hari ini saya bertemu Veronica, Yuni, dan Puri di kapal WWF Gurano Bintang. Mereka adalah jagonya penyuluh pendidikan lingkungan untuk generasi muda di kampung-kampung terpencil di Teluk Cendrawasih.   Saya terharu menyaksikan dedikasi mereka mengajarkan apa itu tanah air, kehidupan liar di teluk, dan biologi hiu paus kepada anak-anak kampung yang ternyata belum memiliki kemampuan membaca sebaik kita. [caption id="" align="aligncenter" width="612" caption="Anak-Anak yang Belajar di KM Gurano Bintang l © WWF-Indonesia"]

Anak-Anak yang Belajar di KM Gurano Bintang
Anak-Anak yang Belajar di KM Gurano Bintang
[/caption]

Bersama mereka, saya ikut belajar mengenai cara menyikat gigi dan tujuh tahap mencuci tangan. Saya pun tergerak untuk ikut membantu mengajar bersama Yuni dan asistennya, sekaligus membayar hutang tantangan Ini Aksiku! Mana Aksimu? - Earth Hour dua tahun yang lalu.

Sebagai kenangan dari kunjungan anak-anak lugu ini ke kapal, saya mengajari mereka sebuah lagu satu-kalimat berbahasa Spanyol yang berjudul “La Mare Estaba Serena” (laut itu sungguh tenang) karena mereka juga tahu gurano bintang ada di Mexico yang mayoritas penduduknya berbahasa Spanyol.

Ketika sedang berada di dekat Nabire, tiba-tiba saya merasakan sebuah keajaiban. Setelah lebih dari 55 tahun saya belum pernah lagi masuk ke dalam lautan, pagi itu saya memutuskan turun ke air untuk melihat dengan makhluk gurano bintang dengan mata kepala saya sendiri.

Dengan tabah, saya dipapah oleh Beny dan Cassie menggunakan dua pelampung ke dalam lautan lepas. Saya berenang tepat di atas tubuh si hiu paus dan saya juga menyaksikan raksasa itu berdiri vertikal menjumput ikan teri di jaring nelayan. Subhanallahu!

Sementara saya sibuk memperhatikan hiu paus, semua anak nelayan di atas bagan keheranan sambil menyaksikan tim WWF yang sibuk memandu operasi penerjunan seorang CEO WWF-Indonesia ke Laut Pasifik. Hahahaha. Kapten Bardin juga mengawasi dengan waswas karena merasa sangat bertanggung jawab dengan keselamatan saya.  Syukur, sampai sekarang keadaan saya baik-baik saja, walau mata saya sedikit perih. Awalnya saya kira mata saya perih karena terkena air lautan yang asin, ternyata bukan itu penyebabnya, kacamata selam saya kebanyakan digosok dengan pasta gigi oleh Pak Wawan. Usai menyelam, senang sekali saya bisa makan ikan tenggiri segar yang digoreng dengan sambal bajak Papua di atas kapal.

Saya  juga sempat bertemu dengan Bupati Wondama dan Sekretaris Daerahnya yang berlangsung cepat. Bupati Wondama menyatakan tergerak untuk mengadakan pertemuan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten sembari bersimbiosis dengan Kapal WWF Gurano Bintang demi mengedukasi anak-anak di kampung-kampung tentang urgensi lingkungan. [caption id="attachment_299862" align="aligncenter" width="436" caption="Pak Efransjah dan Kegiatannya di KM Gurano Bintang l © WWF-Indonesia/Natalie J. Tangkepayung"]

13953141181506800036
13953141181506800036
[/caption]

Mengutip tulisan Nury Vittachi, seorang jurnalis dan penulis kondang, “ Trust takes years to earn but only seconds to lose. Trust is like a piece of paper, if you crumple it up, it can never be perfect again.” Pasukan konservasi terbesar WWF yang berada di Papua telah membuktikan bahwa memberi kepercayaan kepada orang lain adalah kunci sukses keberhasilan misi kita sendiri karena dengan percaya berarti kita berani untuk memberikan amanah.

*video tantangan Efransjah dapat dilihat di sini

Tentang CEO WWF-Indonesia: Efransjah lahir di Sumatera Utara pada 1956. Setamatnya dari Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1980, ia melanjutkan pendidikannya ke Prancis untuk meraih gelar S2 di Universite de Nancy I tahun 1988. Karirnya diawali dengan bergabung di Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Pada tahun 2010, Efransjah bergabung dengan  WWF-Indonesia sebagai Chief Executive Officer. Penulis: Davin Rusady Editor: Verena Puspawardani

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun