Mohon tunggu...
Ear Ekspresi
Ear Ekspresi Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Telaah Kritis, Ahok Menista Agama?

21 November 2016   09:49 Diperbarui: 21 November 2016   10:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bermula dari pernyataan yang “blak-blakan”, Basuki Tjahya Purnama (ahok) harus menyandang status sebagai tersangka. Ia diduga telah menista agama Islam, melalui pernyataanya bahwa “jangan mau dibohongi pakai al-maidah dan lain-lain”. Pernyataan ini menjadi heboh, dan menimbulkan gejolak besar-besaran dari kalangan umat muslim. Mereka menghujat, menolak, dan melakukan berbagai demonstrasi. Pro dan kontra pun terjadi, bahkan dikalangan umat islam sendiri. Berbagai pihak masing-masing menafsirkan maksud dari pernyataan ahok tersebut. Terlepas dari pro dan kontra tersebut, bagi saya kita juga harus lebih teliti dalam menilik pernyataan itu. Pernyataan itu, apabila kita simak secara cermat mengandung makna bahwa surat al-maidah ayat 51 seringkali dijadikan alat atau instrumen untuk mempengaruhi para pemilih agar tidak memilih ahok.

Kita sebagai umat islam seharusnya malu, dengan pernyataan itu, betapa tidak surat al-maidah digunakan sebagai media agitasi politik oleh umat islam sendiri. Kendati terdapat pula pendapat yang mengatakan bahwa ajakan yang didasarkan atas surat al-maidah itu, sesungguhnya adalah ajakan untuk taat terhadap al-qur’an sebagai kitab suci kita. Lantas, apa yang menjadi jaminan bahwa ajakan murni atas nama agama islam? Apa yang menjadi bukti bahwa ajakan yang berdasarkan surat al-maidah itu tidak ditunggangi muatan politis untuk golongan tertentu? Tidak ada satu pun yang dapat membuktikan hal ini.

Apabila kita jujur, justeru fakta menunjukan bahwa agama islam seringkali dijadikan alat politik, islam beserta kitab sucinya tidak benar-benar disakralkan, hal itu terlihat dengan korupsi dana haji oleh Surya Dharma Ali, dan korupsi dalam proyek pengadaan al-qur’an oleh Jauhari yang keduanya merupakan petinggi di Kementrian Agama. Haji dan al-quran merupakan hal fundamental dalam ajaran Islam dan itu menjadi obyek korupsi oleh mereka yang mengaku menganut ajaran Islam. Hal-hal itu menjadi pertanda bahwa ajaran islam tidak sedemikian disakralkan oleh penganutnya. Lantas apa yang menjadikan kita yakin bahwa ajakan yang berdasarkan surat al-maidah sebagaimana yang diklaim oleh sebagian kelompok murni untuk kepentingan agama islam?

Sekali lagi kita perlu cermat dalam menelaah hal-hal yang syarat akan kepentingan seperti ini. Dengan mata dan daya pikir, dapat kita memilah kebenaran yang terseok diantara kegaduhan yang mencampurkan antara kebenaran dan kepalsuan. Mari kita runtut alur atas segala kekacauan ini. Pertama dimulai dari pernyataan Ahok, kemudian disusul dengan kecaman dari umat muslim khususnya dari kalangan FPI, lalu demonstrasi besar-besaran, kemudian ahok ditetapkan sebagai tersangka, dan proses hukum menuju meja hijau terus bergulir, yang pada akhirnya elektabilitas ahok menurun, dan nanti setelah persidangan berlangsung jelas konsentrasi ahok terfokus pada persidangan dan pembelaan dirinya. Alur tersebut bermuara pada mengecilnya peluang ahok untuk menuju kursi DKI I, lantas siapa yang paling diuntungkan atas kondisi tersebut? tentu salah satu atau kedua pasangan calon lainya. Dan FPI hanya menjadi kambing congek dalam skenario perpolitikan tersebut, 

FPI hanya merupakan alat untuk menurunkan elektabilitas ahok dan membuat gaduh keadaaan yang telah keruh. Meskipun dmeikian patut diakui keberanian dan dedikasi FPI untuk membela agamanya, yang katanya telah dilecehkan itu, namun siapa yang sesungguhnya melecehkan dan dilecehkan? Bukankah mereka yang menggunakan agama islam sebagai instrumen kekuasaan justeru lebih menghinakan islam beserta membodohi umatnya? FPI Cs membela dengan tulus agamanya, namun pihak lain melihat sebagai peluang untuk kursi kekuasaanya. Sungguh ironis, tatkala dengan penuh ketulusan FPI membela agamnya, lalu ahok menjadi kambing hitamnya, dan mereka yang berkepintangan mengambil manfaatnya.

Ingat Politik adu domba, telah berlangsung. Agama dan etnis ikut terbawa, perpecahan bangsa semakin dekat, atas nama Tuhan kita berteriak, namun ingat Tuhan tidak sekalipun mengkhendaki perpecahan terkecuali demi membela jalan bagi orang-orang yang ingin kembali kepadanya. Agama bukanlah tujuan, agama sesungguhnya adalah jalan menuju kepada Tuhan. Bukanlah agama yang seharusnya kita bela, melainkan jalan untuk kembali kepada-Nyalah yang seharusnya kita perjuangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun