Tentu saja tidak dalam segala hal. Tapi hanya soal menghapus tulisan dan membanned akun. Memang ada TOS dari Kompasaina. Tapi praktek atau pelaksanaan dari TOS itu tidak presisi. Tidak konsisten. Dan secara azas kepemilikan, semua itu adalah hak Admin sebagai petugas Kompasiana. Tapi dari sisi aturan main yang fair, admin Kompasiana bagi saya tidak fair. Setidaknya sejauh yang saya alami:
Pertama:
Soal HL (Headline). Saya dari pertama bergabung di Kompasiana memang tidak surr dengan konten HL pilihan admin. Karena tulisan yang dijadikan HL cendrung tulisan berita. Dan saya memang tidak suka tulisan berita. Saya suka tulisan opini dan sastra. Karena itulah saya tidak peduli soal HL. Hanya saja saya ikut prihatin dengan sejumlah Kompasianer yang merindukan HL dan Terekomendasi. Sementara yang dipilih admin hanya tulisan dari Kompasianer yang itu ke itu saja. Analisa saya hanya 2 hal. Pertama karena admin tidak sempat membaca semua tulisan yang masuk. Akhirnya dipilih saja tulisan yang sudah biasa dia pilih sebelumnya. Kedua pemilihan itu berdasarkan afiliasi emosional psikologis. Yaitu perasaan. Rasa familiaritas terhadap Kompasianer tertentu. Bahasa halusnya koncoisme. Atau kopdarisme.
Kedua:
Benar rubrik agama sudah dihapus. Tapi ratusan tulisan agama tetap berkeliaran tiap hari. Dan yang dihapus, tidak semuanya. Dan saya termasuk yang paling sering menjadi sasaran pisau delete admin. Kenapa? Ini yang saya tidak mengerti.
Jika alasannya memicu kegaduhan, kenyataan yang saya alami, malah banyak yang membaca tulisan saya. Dan juga banyak yang mengaku terang-terangan terinspirasi. Belum lagi sejumlah mereka yang memburu saya sampai ke Facebook dan email via inbox. Jika dihitung secara persentase, jumlah pembaca yang kebakaran jenggot dengan yang simpati terhadap tulisan saya, sangat tidak berimbang. Mungkin 95 : 5. Ini kalau boleh saya mengaku.
Ketiga:
Kenapa tulisan puisi atau diluar konten agama saya juga dihapus admin Kompasiana? Apakah puisi saya juga memicu kegaduhan? Ini yang saya benar-benar tidak mengerti.
Ketiga point itulah yang membuat saya tidak respect dengan personalitas apalagi profesionalisme admin. Tapi saya sadar. Semua itu adalah wewenang mutlaknya. Akan tetapi bila bicara hak veto, maka bagi saya TOS itu hanya omong kosong. Karena berbagai kebijakannya menjadi abstrak. Tidak dimengerti. Apa dan kenapa. Akibatnya, saya, mungkin juga sebagian kompasiner lain, menjadi bingung alias tidak mengerti dengan segala tindakan admin. Sedangkan fungsi dari TOS sebenarnya adalah agar setiap sanksi yang dikenakan pada member menjadi dipahami dan dimaklumi. Tapi sekarang apa yang terjadi? Seribu tanda tanya berkecamuk di pikiran Kompasianer.