Mohon tunggu...
EJK
EJK Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pimpinan KPK Cengeng

24 Januari 2015   04:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:29 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas provokasi? Terserah Anda ingin berkomentar apa. Namun saat ini akui sajalah betapapun bergayanya KPK, apapun kerja yang dilakukannya selalu mendapat pembenaran dari publik. Bahkan media pun seolah selalu membenarkan semua yang dilakukan mengatasnamakan pemberantasan korupsi. Tak banyak yang mengkritisi lembaga ini, bagaimana cara kerjanya, berapa uang negara yang mampu mereka kembalikan? Apakah sebanding dengan anggaran tahunan lembaga ini? Padahal mereka bukanlah lembaga dewa yang serta-merta selalu benar.

Ketika saya menulis ini, saya sudah siap jika dicap sebagai orang yang pro koruptor. Ketika kita kritis pada lembaga ini, apakah serta-merta kita ini pro koruptor? Saya bisa mengelak dan punyak hak menolak anggapan itu sebagaimana KPK mengelak mengatakan bahwa penetapan tersangka Budi Gunawan bukanlah politisasi. Demikian juga seperti polisi yang mengelak mengatakan penetapan Bambang Widjojanto itu bukanlah kriminalisasi.

Ini hanyalah uneg-uneg saya yang menalarkan akal pikiran dan analisis. Marilah berpikir logis, tanpa serta-merta membela KPK seolah lembaga ini tak pernah salah. Saling berbalasnya KPK dan Polri ini memang sangat memprihatinkan. Namun cermatilah kembali, soal rekening gendut, bukankah yang disebutkan memiliki rekening gendut bukan hanya Budi Gunawan. Badrodin Haiti juga disebut-sebut koq, namun kenapa hanya Budi Gunawan saja yang ditersangkakan. Wajar saja saya sebagai warga negara Republik tercinta ini berasumsi bahwa ini memang bukan semata hanya masalah hukum.

Baru saja saya membaca di media bahwa Abraham Samad si pejuang pemberantas koruptor yang paling tenar (paling sering mengumbar pernyataan boombastis dibanding Antasari dan Taufikurahman Ruki), menangis menceritakan bagaimana kondisi KPK. Padahal dulu dia juga pernah dengan gagah perwira menyebut Presiden pun jika korupsi bisa mereka pidanakan. Dengan gagah perwira juga dia mengumumkan status tersangka Budi Gunawan. Lalu kenapa sekarang seolah artis sinetron yang butuh belas kasih penonton dengan air matanya?

Jika memang tidak merasa bersalah, lanjutlah terus, tetaplah tegar jika memang Anda pejuang pemberantas korupsi. Lihat bagaimana tegarnya Antasari yang mencari keadilan. Janganlah mengumbar hiba agar mendapat dukungan. Ingat, masyarakat Indonesia itu mendukung lembaga KPK, bukan isi ataupun para pemimpinnya. Jangan lantas dukungan masyarakat ke lembaga itu menjadi tameng untuk para komisionernya.

Sekarang ini, KPK harus legowo, jika memang penangkapan Bambang Widjojanto itu kriminalisasi, buktikanlah di pengadilan. Demikian juga dengan Budi Gunawan. Sudahlah benar apa statement dari Presiden yang meminta masing-masing pihak membuktikan di pengadilan. Jangan cengeng menghiba-hiba dukungan. Kita cinta KPK dan kita juga cinta Polisi. Kita butuh KPK, tapi jangan lupakan, kita juga butuh polisi.

Saya hanya tidak ingin lembaga anti rasuah ini dimanfaatkan oleh oknum-oknumnya untuk mencapai hasrat tenar dan hasrat politiknya. Saya bahkan berani menjamin, jika Presiden mengiyakan permintaan Johan Budi dan semua pendukungnya agar melepaskan Bambang Widjojanto, maka lembaga ini bahkan tidak akan bisa diganggu atau dikritisi oleh siapapun. Meski dipimpin iblis sekalipun, lembaga ini akan tetap dicintai. Bahkan nanti saya yakin Samad dengan mudah melenggang ke kancah politik karena mendapat simpati luarbiasa seperti Jokowi dulu.

Bukankah kita tahu, isi dari KPK itu manusia juga, bukan malaikat. Kita tahu, KPK itu isinya Polisi dan Jaksa. Dan Anda pasti tahu bagaimana track record kedua lembaga itu? Apakah Anda yakin itu KPK 100% bersih? Sekadar mengingatkan, bagaimana Ibas selalu disebut-sebut dalam persidangan, namun pernahkah KPK memeriksanya meski hanya sebatas saksi? Ingatkah Anda bagaimana Samad sesumbar menuntaskan kasus Century hanya dalam 1 tahun, sekarang sudah tahun berapa? Dan banyak lagi yang menjadi rentetan pertanyaan di kepala orang-orang yang kritis. Pesannya, wahai komisioner KPK, janganlah menjadi artis sinetron.

Jika saya ditanya, langkah apa yang harus dilakukan? Jawabnya ganti semua para penyidik, dan penuntut KPK itu dengan para tentara yang bertugas di perbatasan. Saya bahkan lebih yakin dengan merah-putihnya para tentara di perbatasan itu dibandingkan jaksa dan polisi di KPK. Lihatlah bagaimana mereka dengan segala keterbatasnya, bahkan harus bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup demi menjaga NKRI. Sekali lagi, jika Anda menilai tulisan ini sebagai pembelaan pada para polisi korup, silahkan saja karena itu hak Anda. Namun hak saya juga menganggap Anda terlalu naif. Saya cinta KPK, tapi tidak dengan isinya.

http://nasional.kompas.com/read/2015/01/23/18282921/Abraham.Samad.Menangis.Saat.Ceritakan.Kondisi.KPK

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun