Mohon tunggu...
Junaedi Ham
Junaedi Ham Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Bekerja di Balang Institute Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengurai Pernyataan Direktur RSUD Bantaeng "Sudah Siap Mundur"

18 Juni 2020   18:56 Diperbarui: 20 Juni 2020   15:26 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dokumentasi rapat dengar pendapat, kepala dinas kesehatan, direktur rumah sakit, kepala pelayanan medik, BPJS kesehatan

"Saya direktur rumah sakit umum Prof Anwar Makkatutu, dr. H. Sultan M.kes menyatakan, saya akan mengundurkan diri jika pekerjaan-pekerjaan dua dokter spesialis tidak bisa berubah. Pegang kata-kata saya !"

Pernyataan di atas merupakan pernyataan Direktur Rumah Sakit Umun Daerah  Prof Anwar Makkatutu saat rapat dengar pendapat dengan gabungan komisi DPRD Kabupaten Bantaeng pada tanggal 15 Juni 2020 lalu, rapat tersebut dipimpin langsung oleh ketua DPRD Hamsyah Ahmad.

Rapat yang dihadiri sejumlah anggota DPRD dari gabungan komisi, Manajemen RSUD, kepala Dinas Kesehatan, BPJS, kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan rombongan Koalisi Pemerhati Kesehatan yang mengajukan permohonan hearing ke DPRD, beberapa orang wartawan juga berdiri di pojok belakang rombongan, memperhatikan jalannya proses rapat.

Sayangnya, rapat dengar pendapat ini sangat sunyi dari pemberitaan media lokal. Seperti kasus pemberitaan lainnya yang sering diperbincangkan; kasus korupsi kambing misalnya, atau pembubaran hajatan seorang aktivis di tengah covid-19. Yang paling baru, tenaga honorer yang dipecat karena kritiknya kepada bupati Bantaeng perihal penanganan banjir dianggap menggunakan bahasa yang kasar. 

Apakah mungkin  kasus kecurangan tindakan pelayanan kesehatan dan pernyataan "siap mundur" direktur memang hal yang biasa-biasa saja? 

Mempersoalkan pelayanan kesehatan merupakan hal yang tidak kalah pentingnya, karena merupakan cerminan suatu daerah dalam memberikan pelayanan dasar kepada  masyarakat. 

Saya akan memberikan uraian menegnai pelayanan rumah sakit yang diadukan ke DPRD Bantaeng oleh Koalisi Pemerhati Kesehatan;

  • Apa kasusnya? Dalam rapat dengar pendapat tersebut, salah satu pembicara dari koalisi pemerhati kesehatan menyebut dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum dokter spesialis kandungan. Pungli dianggap sebagai tindakan kecurangan pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri kesehatan nomor 16 tahun 2019 tentang pencegahan kecurangan.

Seperti Apa bentuk dugaan kecurangannya? jawabannya yaitu oknum dokter menarik biaya dari Peserta BPJS yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • kapan itu terjadi? Sejak tahun 2017, karena kasus yang sama diadukan ke DPRD Bantaeng tahun 2017, saat itu Dr. Sultan sudah menjabat sebagai direktur dan berjanji akan melakukan peneguran terhadap oknum dokter yang melakukan tindakan kecurangan. 

Pengaduan kali ini adalah pengaduan kasus yang sama, oknum dokter yang sama, dan manajemen rumah sakit yang dipimpin oleh direktur yang sama pula.

  • Mengapa itu terjadi? Dugaan yang paling kuat adalah kelalaian beberapa pihak, terutama pihak menajemen rumah sakit yang terkesan melakukan pembiaran terhadap pelaku tindakan kecurangan pelayanan. Buktinya kasus 2017 masih berlansung hingga 2020. Tentu bukan hanya pihak manajemen yang lalai, termasuk dinas kesehatan dalam melakukan monitoring dan evaluasi. Juga perwakilan rakyat di DPRD yang lemah dalam melakukan pengawasan.
  • Siapa? Jika pertanyaanya siapa yang dirugikan tentu adalah masyarakat
  • Bagaimana bisa terjadi? Kasus yang diadukan oleh Koalisi Pemerhati Kesehatan Bantaeng adalah pasien persalinan dengan tindakan medis operasi caesar.

Pengawalan kasus sejak tahun 2017 motifnya masih sama yaitu pasien peserta BPJS diberikan pilihan apakah pasien ingin menggunakan obat yang ditanggung BPJS atau obat yang ditawarkan dari resep dokter dengan menunjuk apotik tertentu.

Jika pasien bersedia maka pasien diwajibkan membayar sejumlah uang yang  ditentukan oleh oknum dokter, berdasarkan kasus yang dilaporkan,  dan pengembalian sejumlah uang oleh pihak manajemen rumah sakit sejak 2017 hingga sekarang, kisarannya bervariasi mulai dari Rp 1.800.000 hingga Rp 2.000.000 per orang. Kasus terakhir adalah pasien peserta BPJS membayar Rp. 2.000.000, lalu biaya tersebut dikembalikan oleh pihak manajemen setelah didampingi oleh Koalisi Pemerhati Kesehatan Bantaeng.

Selain pembayaran untuk obat, bagian administrasi juga meminta uang jaminan kepada pasien sebesar Rp 2.300.000 karena bayinya belum terdaftar sebagai peserta BPJS. Sayang uang jaminan pasien dinyatakan hangus karena pihak pasien dianggap terlambat dalam pengurusan kartu BPJS dan melewati batas tenggang waktu, yaitu tiga kali 24 jam hari kerja. Hal ini juga dibahas di rapat dan pihak RSUD juga berjanji akan mengembalikan setelah pihak pasien mengajukan bukti tidak terjadi keterlambatan pelunasan.

Melalui rapat dengar pendapat tersebut disepakai beberapa poin dan ditandatangani dalam berita acara kesepakatan bersama, pertama koalisi tetap pada tuntutan "copot direktur rumah sakit". Kedua direktur bersedia mundur jika masih terjadi pungutan liar. 

Ketiga, kepala dinas kesehatan menyatakan semua warga Bantaeng berhak mendapatkan pelayanan BPJS selama memiliki kartu tanda penduduk. Ke empat dinas kesehatan akan menempatkan pegawai yang bertugas di rumah sakit untuk mempermudah pelayanan BPJS. Kelima perwakilan Koalisi Pemerhati kesehatan akan dilibatkan dalam struktur tim Fraud/pencegahan kecurangan.

Apakah direktur akan mundur jika oknum dokter kembali berulah?

Tergantung seberapa serius RSUD melakukan evaluasi dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Saat hearing pertama  tahun 2017 dr. Sultan (direktur) dan dr. Hikma sebagai kepala pelayanan medik  berjanji untuk mengevaluasi pelayanan rumah sakit, dia juga berjanji akan memberikan teguran kepada oknum dokter untuk tidak mengulangi perbuatannya. Hasilnya, si dokter kembali berulah dan menjadi sorotan.

Kali ini pernyataan direktur mengalami peningkatan level, dari siap menegur ke level siap mundur. Pernyataan tersebut tentu harus mendapat dukungan, karena hal tersebut sebagai upaya untuk membangun kontrol yang lebih serius terhadap manajemenya, apa lagi dengan tegas diucapkan di depan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam kasus ini pihak-pihak lain seperti dinas kesehatan, DPRD, dan pihak-pihak terkait tentu tidak boleh tinggal diam, mereka juga harus bekerja keras agar pak direktur tidak memundurkan diri karena oknum dokter si pembuat ulah.

Sistem tata kelola, pengawasan, monitoring, dan evaluasi harus benar-benar dijalankan, struktur dewan pengawas rumah sakit yang selama ini lalai dalam melakukan pengawasan sebaiknya dilakukan perombakan.

Jika tidak, berarti kita hanya menunggu waktu, mungkin seminggu, sebulan, atau tahun depan kita akan kembali melakukan pengaduan ke DPRD tentang mutu pelayanan rumah sakit, dan jika itu terjadi berarti posisi direktur tinggal mencari orang yang lebih tepat untuk memimpin manajemen RSUD Prof Anwar Makkatutu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun