"Boleh pesan desain ini"(sambil menunjukkan gambar dan tulisan kompasiana)"oh iye, mau berapa lembar.?""saya butuh tiga lembar"
Berikut percakapan saya dengan Aldi Rimba, Seorang pemuda kelahiran Bantaeng yang memulai usahanya dengan membuat rumah sablon dan diberi nama Roemah Sablon Bantaeng. Â Bermula dari hobi mengacak acak dan mendesain sebuah gambar yang menghasilkan sebuah karya seni. Tidak ingin keahliannya yang sekaligus hobi hanya sampai di situ dibuatlah rumah sablon sederhana.
Geliat pengusaha sablon memang sedang tumbuh, apalagi menghadapi musim pemilu kemarin, berbagai pesanan datang dari berbagai penjuru, mulai yang pesan, baju kaos, bendera partai, kartu nama, poster, dan beberapa pesanan lainnya yang berkaitan dengan pesta demokrasi.
Lain orang, lain pula idenya, beda dengan Aldi memiliki kesan sendiri dalam merintis usahanya, dia lebih suka disebut seniman dibanding pengusaha, dan menganggap karyanya sebagai transformasi isi kepala. Itu lebih mahal dari nilai yang nampak menurutnya.
"yang terpenting adalah kualitas dari sebuah karya, kita butuh inovasi dan memanfaatkan teknologi informasi" Aldi sedikit memberi gambaran tentang karya desainnya itu.
Menurut Aldi dalam dunia sablon seharusnya tidak hanya mendesain lalu mencetak, lebih dari itu mereka(komunitas sablon) juga merespon isu-isu global, seperti isu penyelamatan lingkungan dan mengespresikan melalui desain gambar atau kata. Aldi juga sering Ikut serta dalam gerakan sosial seperti penggalangan dana untuk korban bencana. Seperti bencana gempa bumi di Lombok, banjir bandang di Sulawesi Selatan, keuntungan dari hasil baju yang dicetak kemudian disalurkan untuk bantuan kemanusiaan.
Sejarah sablon sendiri  awal perkembanganya di Jepang sekitar  tahun 1664 untuk mencetak berbagai iklan virtual, spanduk, poster, kartu nama dan sebagainya, dikenal dengan teknik kimono peralihan dari teknik tulis tangan yamg dianggap kaisar jepang pada saat itu terlalu mahal. Seiring perkembanganya seni grafis tersebut dapat dinikmati melaui media baju kaos yang sering kita pakai.Â
Beberapa seniman menjadikan seni grafis ini sebagai alat penyadaran masyarakat menyampaikan pesan lewat desain kata-katanya.
Sama seperti rumah sablon milik Aldi, menurutnya bukan hanya kepentingan komersil semata, tetapi sebagai bentuk ekspresi yang nyata.