[caption id="attachment_202989" align="aligncenter" width="555" caption="Masihkah membanggakan memakai topi ini? (FOTO: BISNIS.com)"][/caption] SEMARANG, E. SUDARYANTO | Wajar jika mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Noegroho Djajusman, merasa galau atas pembentukkan opini publik yang menggelinding liar belakangan ini, yang cenderung merugikan Citra Polri (KOMPAS.com 07/10/2012). Terutama pasca upaya "penangkapan" Kompol Novel Baswedan jum'at malam 5 Oktober 2012 yang terkesan sangat berlebihan Namun sadarkah beliau, bahwa semua itu dimungkinkan terjadi karena langkah gegabah dan "membabi-buta" dari para petinggi Polri itu sendiri? Berikut ini adalah hal yang seharusnya tidak dilakukan Polri terkait dengan "perseteruannya" dengan KPK, yang berpotensi merongrong citranya di mata publik:
- Pertama, Aparat Polri seharusnya tidak "menyandera" penyidik KPK yang selesai bertugas menggeledah kantor Korlantas Mabes Polri, untuk mencari bukti terkait kasus simulator SIM yang sedang ditangani.
- Kedua, Polri seharusnya tidak ngotot melanjutkan penyelidikan kasus simulator SIM, dan menyerahkan penanganan kasus yang diduga melibatkan beberapa oknum perwira tingginya sepenuhnya kepada KPK. Jika semata-mata demi penegakkan hukum, apa susahnya?
- Ketiga, Seharusnya Polri tidak berkeras hati menarik serentak 20 penyidiknya yang bertugas di KPK dan habis masa tugasnya. Setidak-tidaknya Polri dapat berinisiatif memperpanjang masa tugas 2-4 bulan, agar KPK dapat melakukan prosedur pergantian penyidik dengan baik.
- Keempat, seharusnya Polri tidak main "ancam" terhadap 5 penyidiknya yang belum melapor dan masih bertahan di KPK dan 28 penyidiknya yang telah diangkat sebagai pegawai tetap KPK. Seharusnya Polri dapat berinisiatif untuk mempermudah pengunduran diri mereka.
- Kelima, seharusnya pada Jim'at malam tanggal 5 Oktober 2012 kemarin, Polri (dalam hal ini aparat Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya) tidak melakukan tindakan atraktif dalam upaya menangkap Kompol Novel Baswedan, pasca pemeriksaan perdana Irjen Djoko Susilo. Seharusnya mereka bisa memilih waktu dan situasi yang lebih tepat.
Jika melihat tindakan Polri seperti tersebut di atas, bukankah itu sama seperti Polri meletakkan pistol di tangan seseorang, dan mempersilahkan dia menembak ke arah mereka (Polri)? Dan sekarang mereka repot sendiri menghindari tembakan yang memberondong mereka! Pertanyaannya adalah: "mengapa mereka (Polri) bisa bertindak sebodoh itu? (ES-07102012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H