"Wajarlah kalau para koruptor berkelakuan baik di Rutan. Memang mau berbuat apalagi mereka di sana? Toh paling fatal mereka menyuap para sipir dan pejabat Rutan, agar diistimewakan dan mendapatkan fasilitas dan/atau perlakuan khusus. Tidak mungkin mereka 'petentang-petenteng' seperti para kriminal biasa!"
Atas dasar hal tersebut di atas, seharusnya ada parameter yang lebih spesifik dan terukur untuk mengkatagorikan seorang narapidana (koruptor) telah berkelakuan baik. Jangan hanya berdasarkan penilaian subyektif dari sipir dan pejabat Rutan. Yang mungkin telah disuap oleh "sang narapidana (koruptor) berduit".
Dari sekian banyak parameter "kelakuan baik" yang dapat digunakan untuk pemberian remisi maupun pembebasan bersarat, ada satu yang paling prinsipal, yaitu: "PENGAKUAN DOSA/KESALAHAN".
Sehingga pemberian remisi dan pembebasan bersarat, seharusnya hanya dipertimbangkan bagi koruptor yang sejak awal telah mengakui perbuatannya! Atau selambat-lambatnya segera setelah mendapatkan vonis yang telah berkekuatan tetap, sebelum secara resmi menghuni Rutan sebagai terpidana.
"PENGAKUAN DOSA/KESALAHAN" oleh koruptor sebaiknya dilakukan secara terbuka dalam sebuah forum resmi, sehingga diketahui oleh masyarakat umum. Selain dapat dijadikan sebagai wujud hukuman tambahan untuk menimbulkan efek jera, pengakuan terbuka para koruptor ini juga dapat dianggap sebagai niat awal mereka untuk memperbaiki diri.
Harapan saya dan masyarakat, mumpung Kemenkumham sedang membahas perubahan PP No 28 tahun 2006 terkait pemberian hak-hak bagi warga binaan/narapidana, semoga poin yang saya sebutkan di atas, dapat dimasukkan sebagai salah satu pertimbangan pemberian remisi dan pembebasan bersarat bagi terpidana, khususnya untuk terpidana kasus korupsi dan terorisme.
(E. SUDARYANTO, KOMPASIANA - 17082012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H