Beberapa hari yang lalu saya sempat melihat tayangan berita dari Makasar, yang membuat saya mengelus dada. Ketika sekelompok massa sebuah Ormas Islam, yang pasti sedang berpuasa, meletupkan emosi dengan melakukan aksi perusakan di sebuah rumah makan yang nekat buka di siang hari.
"Kok mereka bisa berbuat begitu, ya? Bukankah seharusnya mereka dapat lebih mengendalikan emosi dan hawa nafsu di bulan penuh berkah ini? Bukankah pengendalian diri adalah hakekat dari ibadah puasa?"
Saya jadi ingat ulah konyol keponakan perempuan saya, saat saya berkunjung ke rumahnya di Jepara hari sabtu kemarin. Alih-alih berusaha menghindar dari hal-hal yang dapat "menggoda" kekhusukan ibadah puasanya, Anne justru melakukan hal yang sebaliknya.
Siang itu saya baru saja tiba dan sedang beristirahat di ruang tengah. Tiba-tiba terdengar pintu depan terbuka, dan gadis cilik itu masuk dengan peluh di dahi, karena baru berjalan kaki dari sekolahnya dalam cuaca yang cukup panas. "Pulang sekolah, An?"
"Iya, pakdhe," jawabnya sambil menyalami saya. Setelah berganti baju dan cuci muka, tangan dan kaki, anak kelas 1 SD itu langsung membuka lemari es dan memegang sebotol sari buah kesukaannya. Semula saya mengira dia akan meminumnya karena hanya berpuasa setengah hari. Namun anehnya, dia hanya memandanginya dan sesekali menempelkan ke pipi dan lehernya. Setelah itu dia mengembalikan botol ke tempatnya dan menutup pintu lemari es.
"Mengapa kamu lakukan itu, An?" tanya saya penasaran.
"Kata pak Ustadz, kalau sedang puasa kita harus dapat bertahan dari semua godaan yang dapat membatalkan puasa, agar puasa kita diterima Allah dan mendapat pahala. Dan saya bisa....!" jawabnya sambil berlari kecil ke luar rumah, meninggalkan saya terbengong-bengong berusaha mencerna kata-katanya tadi.
Dan ritual yang saya ceritakan tersebut di atas berulang beberapa kali sampai saatnya kita berbuka.
Tak perlu berlama-lama, saya segera dapat menangkap kearifan di balik tingkah konyol keponakan perempuan saya itu. Meskipun tentu saja tidak perlu dilakukan selugas itu.
Agar dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik, kita tidak memerlukan lingkungan yang benar-benar steril. Karena tanpa adanya godaan, bukankah puasa hanyalah sekedar masalah perut? Dan yang seperti itu adalah puasanya anak-anak! Terus ceria dan berpikir jernih di bulan ramadhan... Terus berseru: Telkomsel Ramadhanku!@E Sudaryanto 180811
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H