Dalam banyak kasus, pers dapat berperan jauh lebih banyak daripada sekedar memberi info kepada masyarakat. Mereka dapat mengeksploitasi kejadian biasa menjadi sangat luar biasa. Sehingga menjadi pusat perhatian masyarakat.
Begitu pula sebaliknya, pers dapat mendegradasi kejadian atau berita penting menjadi kurang penting dan diabaikan oleh masyarakat.
Mereka juga bisa atau biasa berdiri lebih merapat ke salah satu pihak. Meskipun seharusnya mereka berdiri di tengah dan independen.
Dalam kaitannya dengan pemberitaan tentang perebutan kewenangan penyelidikan kasus korupsi di Korlantas antara KPK dan Polri, merekapun bisa berdiri di tengah. Namun jika pers atau insan pers, dengan segala kecerdasannya merasa lebih "srek" jika merapat ke pihak KPK, sebagaimana sebagian besar masyarakat melakukannya, satu hal dapat mereka lakukan!
Boikot pemberitaan seputar kegiatan Polri, terkait penanganan kasus korupsi pengadaan simulator mengemudi di Korlantas menurut versinya!
Ada dua keuntungan dari aksi boikot pers terhadap seluruh kegiatan Polri seperti tersebut di atas. Pertama, memberi hukuman atas arogansi Polri terhadap KPK. Kedua, dengan adanya satu sumber pemberitaan seputar kasus korupsi di Korlantas itu, yaitu hanya dari KPK, akan meniadakan atau meminimalisasi kebingungan di masyarakat. Dengan harapan masyarakat dapat lebih fokus untuk mengikuti perkembangan penanganan substansi kasus tersebut . Daripada mengikuti berita seputar pertarungan antara KPK dengan Polri, yang hanya akan membuang-buang energi kreatif semua pihak dengan sia-sia!
(E. SUDARYANTO, KOMPASIANA - 03082012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H