Menanggapi tuduhan Nazaruddin, tidak cukup dengan hanya melaporkannya ke polisi. Pasti orang akan berkata nyinyir: "Tentu saja pak Anas Urbaningrum berani melaporkan Nazaruddin ke polisi. Karena beliau tahu, selama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tidak hadir, atau tidak dapat dihadirkan ke kepolisian, kasus pencemaran nama baik itu tak dapat diproses!"
Bagi Anas Urbaningrum, hanya ada satu cara untuk menghadapi "fitnah keji" Nazaruddin, yaitu berani bicara "blak-blakan" tentang tuduhan rekannya itu. Bukan sekedar menyanggah dengan kata-kata usang: ITU BOHONG, TIDAK BENAR, FITNAH, dan sebagainya.
Jika kita cermati, ada dua substansi pokok dalam tuduhan yang dilontarkan Nazaruddin. Pertama, Anas Urbaninrum dituduh melakukan POLITIK UANG, atau apapun istilahnya, pada waktu pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat tahun 2010 yang lalu. Kedua, menurut Nazaruddin, uang yang dibagi-bagikan pak Anas, berasal dari suap atau fee proyek-proyek yang dibiayai APBN. Antara lain dari proyek pembangunan wisma atlit SEA GAMES dan proyek sport center Hambalang.
Untuk tuduhan POLITIK UANG, mungkin tak terlalu bermasalah bagi Anas Urbaningrum untuk mengakuinya atau terpaksa mengakuinya. Meskipun hal ini jelas-jelas melanggar arahan SBY. Namun praktek bagi-bagi GIZI semacam ini juga terjadi pada partai politik lainnya. Tentu kita masih ingat ketika Jusuf Kalla mengaku telah memberikan tiket pesawa kepada para pendukungnya, pada waktu pemilihan ketua umum Golkar.
Untuk substansi tuduhan kedua, tentang asal dana yang beliau bagi-bagikan, kalau benar yang dituduhkan Nazaruddin, tentu Anas Urbaningrum tidak dapat serta merta mengakuinya. Karena hal ini sama saja dengan menyerahkan diri kepada KPK.
Namun untuk meyakinkan publik, bahwa dana yang mencapai 20 juta dollas AS tersebut, tidak berasal dari uang hasil korupsi proyek-proyek APBN, juga bukan perkara mudah. Karena publik tahu Anas Urbaningrum tidak sekaya Aburizal Bakrie, misalnya, yang dapat membiayai kegiatan politik dari kantung sendiri.
Celakanya, semakin lama Anas Urbaningum diam dan tak mampu menjelaskan asal uang yang beliau bagi-bagikan dalam Konggres Partai Demokrat tahun 2010, publik akan semakin yakin bahwa apa yang dituduhkan Nazaruddin bukan fitnah!
Sebuah dilema yang harus dihadapi oleh Anas Urbaningrum. Pertanyaannya adalah: beranikah beliau bicara blak-blakan tentang semua itu? Bukan sekedar jawaban-jawaban pendek, yang tidak menjelaskan apapun!(E. Sudaryanto-20072011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H