[caption id="attachment_198652" align="aligncenter" width="467" caption="Anrara Miranda Goeltom dan Nunun Nurbaeti (Photo : Tempo.co)"][/caption] Meskipun dalam beberapa kesempatan Miranda Goeltom merasa yakin dapat lolos (dan mungkin dapat lolos) dari jerat hukum Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, satu hal tak dapat dihindarkan oleh sang sosialita: Sebuah cela atau "catatan abu-abu" dalam salah satu episode perjalanan kariernya yang cukup cemerlang di BI. Dasar pemikirannya cukup gamblang. Pertama, katakan terbukti bahwa Miranda Goeltom, bersama-sama Nunun Nurbaeti adalah pelaku suap terhadap beberapa Anggota DPR periode 1999-2004, untuk memuluskan kemenangan dirinya dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Jelas ini adalah perbuatan ilegal dan melanggar hukum untuk menduduki sebuah jabatan. Kedua, kalaupun tidak terbukti bahwa Miranda Goeltom adalah pelaku suap atau yang terlibat aktif dalam tindak penyuapan seperti tersebut di atas, pertanyaannya adalah: "Mengapa ada orang atau sekelompok orang yang rela mengeluarkan uang puluhan milyar rupiah, hanya untuk memastikan kemenangan beliau dalam pemilihan DGS BI?" Mustahil jika mereka memilih Miranda Goeltom karena beliau adalah kadindat terbaik dan berintegritas tinggi, yang mereka anggap paling tepat untuk menduduki jabatan itu.Pasti ada "kepentingan lain" yang sedang mereka perjuangkan, dan mereka anggap Mirandalah kadindat yang paling tepat, diantara kadindat yang lain, untuk memperjuangkan kepentingan mereka itu. Pertanyaan selanjutnya: "Bagaimana mereka bisa yakin Mirandalah pilihan mereka yang paling tepat?" Pasti mereka telah melakukan penelitian mendalam tentang kepribadian, "sepak terjang" dan hitam putih catatan karier Miranda Goeltom. Dan dari riset tersebut mereka yakin, Miranda lebih dapat atau lebih mudah diajak untuk bekerja sama demi tujuan dan kepentingan mereka. Inti dari uraian tersebut di atas adalah, para aktor intelektual, penyandang dana dan pelaku suap terkait pemilihan DGS BI itu, tidak mungkin mengeluarkan puluhan milyar rupiah untuk memenangkan Miranda Goeltom, jika tidak yakin atau tidak ada jaminan bahwa Miranda dapat dijadikan "antek" untuk memperjuangjan kepentingan mereka di Bank Indonesia. Kata pepatah para pebisnis dan politikus: Tak ada makan siang yang gratis! Dan biasanya orang harus membayar berlipat-lipat kali atas tawaran "makan gratis" yang dia terima! (E. SUDARYANTO, KOMPASIANA - 12092012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H