Bagi KPK, tindakan polisi yang menghalang-halangi petugasnya yang akan membawa barang bukti hasil penggeledahan di markas Korlantas selasa 31 Juli 2012 kemarin, Seharusnya tidak hanya dianggap sebagai reaksi ketersinggungan atas penggeledahan yang dilakukan di salah satu markas institusinya.
Lebih jauh, tindakan polisi yang patut diduga bukan merupakan aksi spontan itu, menurut beberapa pengamat merupakan reaksi terorganisasi dari beberapa oknum petinggi Polri, yang khawatir penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendaraan roda dua dan roda empat yang dilakukan KPK itu, akan menjangkau mereka.
Karena tidak mustahil, uang suap terkait proyek pengadaan alat simulator di Korlantas tersebut, juga meluber sampai ke petinggi di Mabes Polri.
Jika bukan karena hal itu, bukankah lebih wajar jika Polri menyerahkan keseluruhan penanganan kasus tersebut di atas kepada KPK, sejak awal mengetahui lembaga anti korupsi itu sedang menyelidikinya?
Bukan hanya karena ketentuan Undang-undang ( UU No 30 Tahun 2002 Pasal 11 dan 50 tentang KPK), agar tidak terjadi dualisme dalam penanganan kasus. Tetapi juga untuk menghindari "conflict interest" dan rasa sungkan,karena harus memeriksa "orang sendiri".
Setelah kejadian memalukan itu, Seharusnya Polri lebih serius mempertimbangkan saran dari berbagai pihak, antara lain ICW dan Priyo Budi Santoso, untuk menyerahkan keseluruhan penanganan kasus yang diduga melibatkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas), Irjen (Pol) Djoko Susilo, kepada KPK.
Sementara Polri cukup menangani masalah pelanggaran etika profesi yang dilakukan para tersangka, beserta sangsinya.
(E. SUDARYANTO, KOMPASIANA - 01082012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H