Jangan lagi berkata: "Orang miskin dilarang sakit!"
Meskipun kalimat tersebut terlihat keren pada poster yang diacung-acungkan para mahasiswa, sambil berjingkrak mengelilingi ban bekas yang mereka bakar di tengah jalan...
Meskipun kalimat tersebut, mampu mencairkan sejenak ketegangan para narasumber yang sedang berdebat sengit di TV, tentang BURUKNYA LAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN...
Namun bagi rakyat miskin, mendengar kalimat tersebut di atas, mungkin lebih menyakitkan daripada rasa sakit yang mereka derita akibat penyakit yang sedang menggerogoti tubuhnya!
Bagaimana tidak? Jika mereka tidak boleh sakit, tentunya mereka harus selalu sehat! Namun bagi rakyat miskin, upaya agar selalu sehat justru merupakan masalah yang cukup rumit.
Bagaimana dapat selalu sehat, jika yang mereka santap sehari-hari adalah makanan yang tak bergizi, dan bahkan tak layak konsumsi? Tentu anda pernah mendengar, atau bahkan melihat dengan mata kepala sendiri, orang yang makan nasi aking. Nasi basi yang lebih layak untuk pakan bebek atau ayam peliharaan mereka. Namun terpaksa mereka konsumsi, karena tak mampu membeli beras.
Bagaimana dapat selalu sehat, jika mereka terpaksa harus bertempat tinggal di rumah kumuh dan pengap, di lingkungan yang tidak sehat? Seperti mereka yang tinggal di bantaran sungai, yang airnya hitam dan berbau busuk karena polusi, dan berteman tumpukan sampah yang menggunung!
Lalu, kalau orang miskin dilarang sakit, sedangkan untuk hidup sehat mereka tak mampu, apa solusinya?
Sambil tersenyum kecut, seorang teman memberi solusi:
"Kalau memang sudah takdirnya, orang miskin nggak usah sakit dulu. Langsung mati saja..."
Cukup masuk akal bagi mereka yang otaknya agak error. Namun mungkin teman saya itu lupa. Di kota-kota besar, seperti Jakarta, orang mati juga memerlukan banyak uang agar dapat dimakamkan secara layak...!(E. Sudaryanto)