Mohon tunggu...
Hardy Yang Ya Tao (扬 亚 涛)
Hardy Yang Ya Tao (扬 亚 涛) Mohon Tunggu... Lainnya - Independent Researcher

menekuni dan melibatkan diri aktif dalam praktek pendidikan bagi masyarakat di luar sekolah, terutama berkaitan dengan pendidikan nonformal/informal dan pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan wilayah dan daerah http://www.call-hardy.blogspot.com/ Mobile: +62.8562127048

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lebaran Indah

2 September 2011   17:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:17 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menyambut tulus kedatangan seorang tetangga yang mampir saat pulang dari warung sebelah rumah membeli keperluan harian siang itu. Sambil menyunggingkan senyum ‘renyah’ dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, saya pun beranjak dari tempat saya menyambut ke luar pagar halaman. “Maaf lahir batin” balas saya, setelah tetangga saya tersebut menjabat tangan dan mengucapkan “Minal Aidzin wal faidzin”.

Penggalan cerita di atas memang luar biasa, karena dilakukan di antara dua orang yang berbeda agama namun hidup bertetangga. Saya sendiri tidak begitu ekstrem menyikapi perbedaan keyakinan atau agama, selain tidak bermanfaat secara hablu min nas apalagi hidup bertetangga. Lebih dari itu, urusan hablu minallah merupakan hak individu yang memiliki cara tersendiri sesuai keyakinan dan kepercayaan setiap orang. Sehingga tidak ada urgensi untuk mengintervensi apalagi memprovokasi bahwa cara yang kita pilih lebih baik dari cara orang lain yang berbeda.

Sikap toleransi ini pula yang membuat saya bernafas lega ketika salah satu anggota dari keluarga satu buyut menikah dan harus melepaskan keyakinan asal berbeda dari keyakinan keluarga kami. Hingga memiliki seorang putra, paman saya ini senantiasa menghindari pertemuan keluarga, sekalipun sebagian besar anggota keluarga dapat menerima keputusan beralih keyakinan hidup. Seperti lebaran tahun silam, paman saya ini pun selalu memanfaatkan pertemuan keluarga untuk bersilaturahmi mempererat ikatan keluarga besar tanpa dikotomi keyakinan. Bahkan ucapan maaf lahir batin selalu disampaikan manakala paman saya yang menjadi pengajar di salah satu sekolah di ibukota ini menyampaikan minal aidzin wal faidzin kepada kami sekeluarga.

Lebaran 1432 H ini pun, paman saya menyampaikan harapan sekaligus undangan untuk kesekian kali yang belum mampu dipenuhi untuk mampir jika ke ibukota. Sambil memberikan kartu nama yang mencantumkan logo dan nama yayasan tempat dia mengajar, paman saya menuliskan di belakang kartu namanya alamat rumah yang terletak di bagian timur kota Jakarta.

[caption id="attachment_132574" align="aligncenter" width="391" caption="Damai itu Indah (Google, repro)"][/caption] Tetangga dan paman saya adalah bagian dari keluarga Indonesia yang memiliki keragaman seperti semboyan Bhineka Tunggal Ika. Tidak ada alasan untuk memperlakukan mereka di ruang terpisah dalam kehidupan bermasyarakat atas dasar perbedaan keyakinan. Damai itu indah, begitu slogan yang saya lihat pada kain spanduk berwarna hijau bertuliskan huruf kuning di salah satu ruas jalan yang dilalui dalam kesempatan mudik lebaran 1432 H.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun