ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya : part 1
“Kita bisa karena biasa”, ungkapan itulah yang pada akhirnya menggambarkan kondisi kebanyakan lulusan IT. Sejak menjadi mahasiswa karena dibiasakan (atau terpaksa membiasakan diri) dengan kehidupan yang lebih banyak berkomunikasi dengan komputer, dan sedikit (atau bisa juga dibilang banyak) melupakan komunikasi dengan dunia luar sehingga menjadi bisa berkomunikasi dengan baik kepada komputer namun sebaliknya menjadi tidak bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Sudah banyak kabar yang beredar bahwa lulusan IT susah berkomunikasi di dunia kerja. Sehingga lulusan IT yang sebenarnya memiliki banyak ide untuk kemajuan dunia kerja namun karena kurang bisa berkomunikasi dengan baik maka ide-ide tersebut sulit dimunculkan saat bekerja pada suatu perusahaan. Dampaknya jelas sekali yaitu sang lulusan IT dianggap tidak inovatif, hanya sebagai follower, hanya mengikuti apa yang selalu diperintahkan. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya menjadi perhatian lebih, baik itu oleh institusi pendidikan dimana sang mahasiswa IT bernaung ataupun oleh mahasiswa IT sendiri. Sehingga mereka sadar bahwa kemampuan komunikasi memang penting untuk lulusan IT, bahkan seharusnya tidak hanya lulusan IT, namun saat menjadi mahasiswa IT kemampuan komunikasi sudah dipupuk sehingga tidak akan ada istilah “nasi sudah menjadi bubur”.
Bagi sebagian manusia, termasuk lulusan IT dan juga anda, mungkin sulit untuk berkomunikasi dengan orang karena terkadang tidak sinkron saat berkomunikasi dengan orang lain. Ada ungkapan menarik yang diungkapkan oleh Purnawan EA. “Apapun perantaranya, apakah itu kasat mata seperti gaya bicara, tutur bahasa, gerak tangan, ekspresi wajah hingga telepati, semuanya adalah alat komunikasi, atau sarana saja. Oleh karena itu harus selalu digunakan cara atau saana yang paling pas, paling cocok. Yang paling penting adalah perpindahan pikiran dari “pemancar” ke “penerima”. Tiap orang memiliki keunikan tersendiri, sehingga cara yang sama belum tentu efektif bagi orang lain. Bahkan pada orang yang sama tetapi pada situasi dan kondisi yang lain penerimaannya bisa berbeda! Pilih dan gunakan cara yang paling pas, jangan fanatik pada cara tertentu. Karena begitu uniknya manusia, seringkali cara berkomunikasi dijadikan identifikasi diri. Kita enggan mengubah cara berkomunikasi kita masing-masing karena takut kehilangan identitas diri.” Purnawan EA – dalam bukunya, Dynamic Persuasion Jadi anda sebenarnya tidak harus berpatok pada gaya komunikasi yang selama ini menjadi ciri anda, bila dalam menghadapi orang lain dirasa cara komunikasi anda tidak cocok, janganlah ragu untuk merubah gaya komunikasi. Jangan menunggu orang lain yang mengubah gaya komunikasinya mengikuti gaya anda. Bukankah mengontrol diri sendiri lebih mudah daripada mengontrol orang lain. Karena gaya komunikasi kita cocok dengan mereka maka mereka akan lebih merasa nyaman, pikiran/ide kita akan lebih lancar masuk ke dalam pikiran sang penerima. Inilah tujuan pokok dari komunikasi. Dari uraian diatas yang menjelaskan cerita para tokoh IT, kondisi mahasiswa IT, dan kondisi lulusan IT di dunia kerja, dapat disimpulkan bahwa masih banyaknya kekurangan yang dimiliki lulusan IT dalam hal komunikasi. Hal tersebut sebenarnya masih bisa diatasai dengan cara banyak membaca buku-buku komunikasi, ikut seminar atau workshop, dan pastinya berlatih. Berlatih, ya hal itulah yang paling penting dari sebuah keamampuan yang membutuhkan banyak praktek dalam menjalaninya. Ini seperti ungkapan yang terkenal dari novel Negeri Lima Menara (yang menceritakan impian seorang anak pondok pesantren madani yang berusaha keras bersama lima temannya dalam mewujudkan cita-cita masing-masing) yaitu “Man Jadda Wajada” yang mengandung maksud barang siapa bekerja keras maka akan mampu mencapai impiannya. Dan bagi anda (terutama mahasiswa / lulusan IT yang menjadi bahasan utama pada tulisan ini) yang tertarik dengan cara mempelajari teknik komunikasi yang baik. Saya telah membaca beberapa buku komunikasi, dan ada satu buku yang cukup bagus mengulas cara-cara berkomunikasi yang baik (bukannya saya sedang berpromosi lhoo..) utamanya menggunakan teknik persuasi, buku tersebut yaitu Dynamic Persuasion karya Purnawan EA (sorang konselor Life Strategy dan Hypnotherapist). Di buku tersebut banyak sekali dijelaskan tentang proses komunikasi, memahami kondisi berpikir sasaran untuk menentukan strategi pendekatan, taktik pendekatan untuk memperoleh ‘ya!’, strategi mempertahankan hak anda & menangani kritik secara bijak, body language : bahasa bawah sadar, dan masih banyak lainnya. Tentunya suatu ilmu jika tidak dipraktekkan akan sia-sia, ini seperti yang diungkapkan Wiji Thukul (penyair yang dengan puisi-puisinya mampu mengkritik Orde Baru sehingga pada akhirnya dia dilenyapkan oleh oknum-oknum Orde Baru pada tahun 1997) yaitu “percuma kau baca banyak buku jika hanya diam saja”. Maka hanya ada satu kata “action!”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H