Mohon tunggu...
Dzulfian Syafrian
Dzulfian Syafrian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Researcher at INDEF | Teaching Assistant at FEUI | IE FEUI 2008 | HMI Activist.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setelah Ramadhan, Habis Ini Mau Apa?

15 September 2010   00:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:14 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ramadhan telah berakhir beberap hari lalu. Seperti biasa, mengakhiri ramadhan umat muslim di seluruh dunia juga harus menunaikan kewajibannya yaitu mebayar zakat fitrah. Sebuah ibadah yang tergolong menjadi salah satu rukun islam bersama dengan syahadat, sholat, berpuasa di bulan ramadhan, dan naik haji.

Bulan ramadhan mengajarkan kita bagaimana untuk menahan diri dari berbagai godaan nafsu kebinatangan. Kenapa sering disebut nafsu kebinatangan ya?Mungkin karena Secara anatomi memang manusia lebih mirip dengan binatang dibandingkan dengan tumbuhan.

Manusia tidak memiliki krlorofil seperti pepohonan. Manusia tidak memiliki benang sari dan kepala putik seperti bunga. Namun manusia memiliki sperma dan ovum yang secara fungsional memiliki tugas yang sama, yaitu fungsi pembuahan atau fertilisasi.

Manusia tidak memiliki daun untuk melakukan proses fotosintesis. Kalaupun ada, manusia hanya memiliki daun telinga. Itu pun bukan untuk menangkap cahaya matahari dan melakukan fotosintesis tetapi daun telinga digunakan untuk menangkap gelombang suara lalu kemudian dialirkan ke dalam telinga, menggetarkan gendang telinga, melalui tulang-tulang rawan telinga, kemudian ditangkap oleh saraf, jadilah dia proses decoding suara, bukan fotosintesis.

Manusia memang mirip binatang. Manusia memiliki tangan dan kaki, binatang pun memilikinya, walaupun memang ada jenis binatang yang tidak memilikinya. Manusia memiliki mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan lidah untuk merasa. Binatang tingkat tinggi pun, seperti bangsa Aves, Mamalia, dan sebagian besar Amphibia memiliki struktur tubuh seperti manusia. Lantas apa yang membedakan manusia dengan binatang?

Variasi Nafsu

Adalah sebuah ketentuan bahwa manusia memiliki nafsu. Nafsu yang dimiliki manusia dapat menjadi baik, dapat pula menjadi buruk. Tergantung bagaiman manusia menggunakan nafsu tersebut. Manusia memang seperti binatang. Selain memiliki anatomi tubuh yang hampir sama, manusia juga memiliki nafsu persis seperti yang dimiliki binatang.

Manusia memiliki nafsu untuk makan dan minum. Mengisi perutnya dengan apa yang bisa dimakan dan apa yang bisa diminum. Memiliki nafsu untuk menghindarkan diri dari kelaparan dan kehausan.

Manusia memiliki hasrat seksual. Wajar dan sangat manusiawi jika manusia memiliki gairah seksual. Seks itu kan berati jenis kelamin kita. Yang membedakan kita itu Pria atau wanita, Male atau Female.

Manusia diciptakan berpasang-pasangan, pria dan wanita. Disadari atau tidak, kenapa pria menyukai wanita dan wanita menyukai pria?Hasrat seksual tersebut menjadi salah satu faktor yang mendorong manusia. Tak ada yang salah dengan hasrat seksual, dia ada, nyata, hanya tinggal bagaimana kita menyikapinya. Justru aneh jika kita bersikap antipati, seolah tak mengenal apa itu hasrat seksual.

Ada lagi nafsu kekuasaan. Nafsu untuk menguasai orang lain. Nafsu untuk mencapai tujuannya. Nafsu untuk memenuhi kebutuhannya. Lagi-lagi nafsu ini tidak salah. Tanpa gairah yang satu ini manusia akan menjadi pribadi yang pesimis, inferior, dan tidak berprestasi.

Lagu Bimbo

Mungkin banyak orang bertanya, untuk apa kita sebulan lamanya berpuasa? Persis seperti apa yang didendangkan oleh penyanyi senior Bimbo dalam lagunya. Bimbo tidak hanya bertanya. Bimbo juga menjawab sendiri pertanyaanya. Berpuasa itu hanya wajib bagi yang beriman. Yang tak beriman maka tak wajib berpuasa. Beriman itu berarti percaya adanya Tuhan, Allah SWT. Percaya Malaikat, Rasul, Al-Qur’an, dan Hari Kiamat.

Orang beriman itu pastilah takut. Dia takut kepada Allah. Dia merasa segala tindak-tanduknya pasti diperhatikan oleh Allah. Jika dia beriman, dia percaya amalnya akan dicatat oleh Rakib dan jika berbuat dosa Atid gantian yang mencatat. Jika dia beriman, maka setiap tindak-tanduknya pasti berusaha semirip mungkin mengikuti Rosul. Dari cara solat hingga urusan WC sebisa mungkin pasti dia akan berusaha.

Jika kita beriman, maka kita percaya bahwa Al-Qur’an itu adalah sumber dari berbagai ilmu. Tak ada keraguan sedikit pun tentang setiap ayat di Qur’an, kalaupun ada keraguan pastilah itu bukan Qur’annya yang salah tetapi memang manusia tidak sempurna dalam mengintepretasikannya. Kita hanya bisa mencoba untuk mengartikannya mendekati kebenaran, sedangkan kebenaran itu seperti apa bentuknya, manusia tentu tidak tahu.

Beriman itu juga berarti percaya bahwa setiap langkah, setiap nafas kita pasti dipertanggungjawabkan. Percaya Hari Akhir berarti kita percaya bahwa kelak Biografi kehidupan kita akan diputar ulang di Bioskop di Padang Mahsyar. Ketika itu mungkin kita akan tertawa, sedih, bahkan menangis dan bertanya, benarkah itu diriku? Kalau sudah percaya seperti ini, sulit dipercaya rasanya jika manusia masih saja berbuat nista. Itulah orang beriman, berarti sudah berimankah kita?Jawab masing-masing saja.

Pesantren Nafsu

Jika kita merasa beriman, maka wajiblah kita berpuasa. Itu kata ayat Al-Qur’annya. Pertanyaan selanjutnya adalah untuk apa kita berlapar-lapar puasa?Kalian itu gila ya umat islam?Untuk apa kalian menahan lapar dan haus lebih dari 12 jam lamanya, dari subuh hingga maghrib tanpa setetes air dan secuil makanan sedikitpun.

Allah tidak akan memerintahkan yang tidak mampu kita kerjakan. Begitu juga dengan puasa ramadhan. Tidak ada sejarahnya orang berpuasa ada yang meninggal akibat puasa itu sendiri. Puasa justru mengajarkan kita pola makan yang teratur. Jadwal makan kita jadi teratur. Bukankah salah satu penyebab maag adalah pola makan yang tidak teratur?

Syariat islam juga menganjurkan bahwa saat kita sahur lebih baik jika mendekati waktu imsak dan segeralah berbuka ketika telah terdengar adzan maghrib berkumandang. Apa maknanya?Maknanya jelas bahwa walaupun berpuasa tetapi kita tidak boleh mendzalimi tubuh kita sendiri. Tubuh kita pun memiliki hak untuk dirawat dan dijaga dengan baik. Kurang baik bagi seseorang yang berpuasa jika sahurnya jauh dari waktu imsak. Terlebih jika waktu berbukanya diperpanjang atau tidak menyegerakan berbuka.

Dalam rentang waktu subuh hingga maghrib, selain menahan lapar dan haus umat islam juga diajarkan untuk menahan nafsu syahwatnya. Pasangan suami istri saja dilarang melakukan hubungan suami-istri di siang hari. Loh, kan halal?Benar bahwa hubungan intim bagi orang yang telah menikah adalah halal hukumnya. Justru disinilah faedah puasa ramadhan itu terletak.

Kita diajarkan bagaimana kita mampu menahan godaan yang halal. Logikanya, jika yang halal saja kita mampu menahannya apalagi sesuatu yang haram yang jelas hukuman atau ganjarannya dari Allah. Makanan, minuman, dan nafsu seksual bukanlah suatu dosa. Hal-hal tersebut halal, namun ramadhan mengajarkan kita untuk menahan hal-hal tersebut 12 jam lebih lamanya. Sekali lagi untuk menempa pribadi muslim yang tidak dikuasai oleh nafsu, syahwat, atau gairah kebinatangannya. Inilah pribadi muslim sejati karena musuh terbesar bagi kita sendiri adalah diri kita sendiri, nafsu kita sendiri.

Telah Berlalu

Yang lalu biarlah berlalu. Itu pepatah berkata untuk menasehati kita semua. Ramadhan 1431 H kini telah berakhir. Semoga pesantren nafsu ini berhasil menempa diri kita menjadi pribadi yang lebih baik. pribadi yang tidak hanya mampu menahan nafsu kebinatangnnya, namun juga pribadi yang peka, peduli, dan empati terhadap kehidupan di sekitarnya.

Ramadhan kali ini telah berlalu. Bulan telah berganti. Mesjid-mesjid kembali sepi. Ucapan selamat berbuka, saatnya adzan subuh, adzan maghrib, sudah tidak sesering saat bulan Ramadhan. Memang ramadhan bulan yang mulia. Bulan dimana keshalehan pribadi dan sosial umat islam sedang mencapai puncaknya.

Jalan satu-satunya setelah puncak adalah turunan. Pertanyaanya, securam apakah turunan itu nanti?Hanya pribadi kita sendiri yang mampu menjawabnya. Iman itu selalu naik turun, layaknya inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Semua itu tergantung dari kebijakan apa yang akan kita terapkan untuk meredam fluktuasi dan ekses negatif fluktuasi tersebut. Kita menjadi BI bagi diri kita sendiri. Wallahu a’lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun