Pergerakan Mahasiswa: Dahulu, Kini, dan Nanti
Oleh : Dzulfian Syafrian[1]
"Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri"
Sejarah telah mencatat bahwa peran mahasiswa bagi negeri ini tidak dapat diabaikan. Banyak sejarah besar Republik ini yang sedikit banyak dipengaruhi oleh gerakan mahasiswa. Sejarah mencatat bagaiman gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia dimulai oleh para anak muda yang berkuliah di STOVIA (sekarang FK UI). Para dokter muda tersebut kemudian sadar bahwa nasib anak bangsa mereka masih jauh dari kata sejahtera, apalagi merdeka. Kesadaran tersebut kemudian mengikat mereka untuk bangkit dan melawan penjajahan di Indonesia.
Nama-nama besar seperti Soekarno dan Hatta adalah dua orang tokoh yang sudah memulai memperjuangkan kemerdekaan sejak mereka masih duduk di bangku kuliah, Soekarno di ITB dan Hatta di Belanda. Kata-kata mereka tajam, kritik mereka keras, kaya intelektualitas, dan penuh dengan semangat membara khas pemuda (mahasiswa).
Romantisme Sejarah
Dalam sejarah Indonesia, mahasiswa Indonesia beserta elemen masyarakat lainnya mampu menjatuhkan dua orde diktator, orde lama dan orde baru. Tragedi Tritura pada tahun 1966 dikenal sebagai salah satu peristiwa sejarah paling heroik bagi para mahasiswa. Mahasiswa pada saat itu bersatu padu untuk melawan PKI yang ingin mengganti dasar negara. Klimaks pun terjadi saat mahasiswa berbondong-bondong menuntut tiga tuntutan rakyat (tritura).
Kondisi perpolitikan nasional yang semakin memanas mendorong Bung Karno untuk memberikan tahtanya kepada Soeharto. Terlepas dari berbagai kontroversi yang terjadi, mahasiswa angkatan '66 telah membuktikan dan memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap jalan panjang Republik ini yaitu dengan menyuarakan hati dan tuntutan rakyat kepada penguasa di kala itu.
Peristiwa sejarah heroik lainnya adalah Reformasi tahun 1998. Mahasiswa pada era itu kembali turun ke jalan untuk menuntut perubahan kepada Presiden Soeharto. Korupsi merajalela, krisis moneter yang merambat menjadi krisis ekonomi, dan berbagai macam bentuk penyelewengan kekuasaan (abuse of power) menjadi alasan utama mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya untuk menjatuhkan rezim orde baru. Puncaknya terjadi ketika ribuan bahkan mungkin puluhan ribu mahasiswa berbondong-bondong menduduki Gedung DPR/MPR. Situasi semakin tak terkendali. Akhirnya, Presiden Soeharto menyatakan mundur pada bulan Mei tahun 1998.
Sayangnya, pasca tragedi '98 gerakan mahasiswa seolah mengalami mati suri. Gerakan mahasiswa menjadi kehilangan tajinya sendiri. Gamang menghadapi perubahan fundamental yang terjadi di negeri ini. Terlebih gerakan mahasiswa saat ini seolah tak mengetahui kemana arah tujuan gerakan mahasiswa, siapa musuh utama gerakan mahasiswa, dan apa sebenarnya tugas pergerakan mahasiswa ke depannya nanti. Inilah pertanyaan-pertanyaan krusial yang harus ditemukan jawabannya oleh para aktivits pergerakan mahasiswa.