Mohon tunggu...
Dzulfian Syafrian
Dzulfian Syafrian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Researcher at INDEF | Teaching Assistant at FEUI | IE FEUI 2008 | HMI Activist.

Selanjutnya

Tutup

Money

Momentum untuk Bangkit (Membangun Industri Dalam Negeri)

20 Januari 2012   16:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:38 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

oleh : Dzulfian Syafrian

“Indonesia memang mengecewakan bagi yang hobinya kecewa”. Itulah kurang lebih ucapan Dahlan Iskan, Menteri BUMN, mengutip dari sindiran ekonom Chatib Basri di sebuah seminar untuk orang-orang yang pesimis melihat masa depan perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia akhir-akhir ini memang menunjukkan angka yang cukup menggembirakan. Lihat saja pertumbuhan ekonomi Indonesia year-on-year di tahun 2010 mencapai 5,9 persen dan 6,5 persen pada tahun 2011. Diikuti pula dengan turunnya angka inflasi dan cadangan devisa yang terus bertambah hingga telah menembus 100 miliar dollar AS.
Salah satu faktor mantapnya performa ekonomi Indonesia adalah struktur demografi Indonesia yang menguntungkan. Indonesia saat ini sedang mengalami “bonus demografi”. Menurut World Bank, antara tahun 2003-2010 jumlah penduduk kelas menengah dengan pengeluaran 2-20 USD per hari di Indonesia bertambah sebanyak 50 juta orang. Alhasil, bonus demografi ini membuat daya beli Indonesia sangat kuat. Jadi, wajar saja jika perekonomian Indonesia sangat menjanjikan karena memang pasar domestik Indonesia saat ini didukung tingkat konsumsi yang cukup tinggi.
Fenomena bonus demografi ini sudah seharusnya disambut oleh dunia industri dalam negeri untuk dijadikan momentum kebangkitan industri nasional. Momentum ini sangat penting karena dunia industri yang terus mengalami penurunan (deindustrialisasi) pasca terjadinya reformasi pada tahun 1998. Sebelum terjadinya reformasi (1987-1996), Industri manufaktur nonmigas mengalami pertumbuhan rata-rata 12 persen per tahunnya, lebih tinggi daripada pertumbuhan PDB. Prestasi ini kemudian turun drastis pasca reformasi yang hanya tumbuh rata-rata 5,7 persen per tahun, hanya sedikit lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan PDB (5,2 persen).
Pemerintah dan dunia usaha memiliki optimisme yang sama tentang industri dalam negeri di tahun 2012. Kementerian Perindustrian optimis industri manufaktur bisa tumbuh mencapai 7,1 persen atau di atas tar
get pertumbuhan pada tahun 2011 sebesar 6,5 persen. Di sisi lain, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia  dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan industri manufaktur pada tahun 2012 akan tumbuh sekitar 6,4 persen.
Ada beberapa industri unggulan Indonesia yang memiliki prospek cerah pada tahun 2012. Pertama, industri logam dasar, besi, dan baja. Asosiasi Industri Besi dan Baja Nasional memproyeksikan industri baja nasional bisa tumbuh 10 persen di tahun 2012. Hal ini dikarenakan akan terjadi pertumbuhan konsumsi baja nasional, terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja infrastruktur.
Kedua, industri telekomunikasi. Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) memprediksi pertumbuhan industri telekomunikasi tahun ini sekitar 6-8 persen atau setara dengan Rp 127 triliun. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh pertumbuhan bisnis layanan data yang diperkirakan akan naik sekitar 55% dibanding tahun lalu. Industri-industri lain seperti, industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki, industri makanan dan minuman, dan industri hasil tembakau juga diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang cukup menjanjikan.
Guna menyambut peluang ini ada beberapa langkah taktis yang harus segera dilakukan. Pertama, Industri nasional harus tetap mewaspadai dampak krisis global. Krisis yang terjadi di eropa saat ini diprediksi besar-kecil akan berdampak pada perekonomian global sehingga perekonomian global juga akan mengalami kelesuan. Diversifikasi pasar adalah strategi yang tepat dilakukan bagi para pelaku industri dalam negeri. Diversifikasi pasar dapat mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu dan juga dapat menekan risiko dampak krisis global saat ini. Selain itu, krisis global juga berdampak pada meningkatnya ketidakpastian (uncertainty) yang pasti akan berdampak langsung pada investasi asing. Pembatalan investasi atau proyek juga harus diwaspadai oleh para pelaku industri.
Kedua, dari sisi Pemerintah, birokrasi yang berbelit-belit, penciptaan iklim investasi yang baik, serta infrastruktur yang memadai seperti ketersediaan listrik dan konektivitas adalah pekerjaan rumah yang mendesak untuk segera diatasi. Jika hal-hal di atas mampu dilaksanakan, bukan tidak mungkin julukan “Asia Miracle” akan kembali diemban oleh Indonesia. Akhir kata, sekarang adalah momentum yang tepat untuk membangkitkan industri dalam negeri kita. Tantangan yang harus dijawab selanjutnya adalah apakah kita bisa memanfaatkan kesempatan ini semua guna membangkitkan kembali indutri dalam negeri kita?Semoga bisa. amin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun