Cukup Tinggikan Sebenang
Oleh : Ki Ijul Ganteng
Wahai wanita,
Ada sedikit pesan bagimu
Sedikit wejangan bagi masa depanmu
Sebuah nasehat bagi perjalanan hidupmu
Wahai wanita,
Hati-hatilah dengan pria
Ada yang bilang mereka itu berwajah dua
Ada pula yang berkata mereka berbulu domba
Hidung belang pula
Cobalah reka-reka bagaimana kira wajahnya?
Tapi tenanglah, tentu tidak semua pria seperti mereka
Pria seperti ini jumlahnya hanya satu dua
Kalau pun tampak berjuta-juta karena yang berpuluh juta tidak menampakkan dirinya
Yah, mungkin saat ini Pak Habibi contohnya
Wahai wanita,
Aku memang seorang anak muda
Mungkin tak layak memberi sepatah dua patah kata
Aku memang belum menjadi tua
Kulitku masih kencang, rambutku belum putih semua
Walaupun sudah ada kini beberapa yang berganti warna
Tua muda itu masalah usia
tapi pengalaman tentu berbeda-beda
tentu usia berbanding lurus dengan pengalamannya
pengalamanku memang belum seberapa
aku hanya senang melihat dan mendengar pengalaman orang di sekitar
sesungguhnya, pengalamanlah yang membuat orang belajar untuk terus dewasa
belajar untuk terus memahami dan belajar mencari makna
pengalaman tidak sekonyong-konyong datang untuk memberikan materi perkuliahan
pengalaman harus diresapi
kalau perlu kau berkontemplasi seperti Nabi Muhammad di Gua Hira
Berkontemplasi untuk merenungi, apa makna di balik semua ini?
Wahai wanita,
Hati-hatilah dengan pria
Mereka itu pemangsa nomor satu hebatnya
Mereka memangsa dengan buasnya
Mereka akan mengejar hingga ujung dunia
Mereka bertaruh nyawa untuk mendapatkannya
Demi seorang wanita
Wahai wanita,
Kala pria datang menggoda, hati-hatilah!
Jangan mudah kalian terkena bujuk rayunya
Janganlah kalian jadi bunga di pinggir jalan
Wahai Hawa!
Jadilah kalian
Jadilah Bunga di tepi jurang
Tak mudah dipetik, mengundang seribu tanya
Tempatmu di tepi jurang, wibawamu begitu tinggi
orang mendekatimu tentu tak sembarang
Harus dengan syarat dan ketentuan berlaku untuk memetikmu
Indah nian wahai kau bunga tepi jurang
Yah, mungkin saat ini Almarhumah Ibu Ainun adalah contohnya
Wahai wanita!
Bagi kami, para pria
Rumus kalian terlampau mudah
Cukuplah para adam mengikuti petuah Naga Bonar tua kepada anaknya
Naga Bonar tua berkata,
“Wahai Bonaga!”
“wanita itu cukuplah kau tinggikan sebenang maka jadilah dia milikmu”
Mungkin terdengar sederhana,
Tapi itulah faktanya
Jadi, berhati-hatilah
Sebenang saja kau akan jatuh kepangkuannya
Cukup sebenang, hanya beberapa mili tak lebih dari hitungan senti
Cukup sebenang, tak perlu menembus dinding yang begitu tebal
Cukup sebenang, betapa rapuh pertahananmu
Kini dengarkan wahai kalian para Pria!
Mungkin kau sudah tahu rumus sederhana kita itu
Tinggikan sebenang jurus kita bersama..haha..mari kita tertawa bersama
Wanita itu tak perlu banyak usaha kita menaklukannya
Mudah, mudah, dan sangat mudah
Tentu, sangat mudah jika dia hanya tumbuh di pinggir jalan
Lain hal jika dia besar dan berkembang di tepi jurang
Alih-alih mendapatkannya, bisa malu yang kau terima
Mari kita kembali ke Bonaga dan Ayahnya
Rumus mereka memang begitu sederhana bahkan terlampau mudah
Meninggikan benang itu banyak jenisnya
Satu, Ada yang dengan memuji wanita punya kelebihan
Dua, Bisa juga dengan mengajak bicara topik yang mereka suka
Tiga, Boleh juga dengan dengarkan mereka bercerita
Empat, Ikutlah tertawa dengan mereka
Lima, sediakan waktu bagi mereka untuk berkeluh kesah
Intinya : tinggikan sebenang,
berikan perhatian, cukuplah lebih sebenang dari yang orang lain berikan
Semua memang terdengar biasa
Tapi percayalah semua cerita dari sinilah awal-mula-asalnya
Kalau salah, setidaknya itu menurut saya
Yah, itulah pria
Mungkin benar memang pria itu buaya
Tenang, menghanyutkan, siapa sangka tiba-tiba dia dapat mangsa
Mungkin pria itu juga cicak
Tenang, menghanyutkan, siapa sangka nyamuk terbang dia peroleh dengan mudah
Karena memang rejeki, jodoh, maut, tidak kemana
Tergantung usaha manusia juga pada akhirnya
Tapi pada akhirnya, tentu kita akan kembali pada-Nya
****
Puisi ini hanya bersifat fiktif belaka. Jika ada kesamaan waktu, tempat, peran, dan kejadian mohon dimaafkan. Terlebih jika ada pihak yang merasa, penulis hanya ingin berkata “bukan kau jika tidak merasa”. Akhir kata, puisi jelek ini hanya dibuat mengikuti arah kemana perasaan dan hati, mengalir tanpa henti.
****
Dibuat pada :
Waktu : tak lama setelah ashar berkumandang, sebelum berangkat menuju lapangan
Tempat : kamar samping, samping garasi, garasi tanpa mobil
Bekasi, 30 Mei 2010
Ki Ijul Ganteng
Penulis menganjurkan mendukung Gerakan Pemberantasan Anti-Buaya Darat dan Wanita Pinggir Jalan, Penulis juga penggemar Wanita Tepi Jurang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H