Mohon tunggu...
Dzulfian Syafrian
Dzulfian Syafrian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Researcher at INDEF | Teaching Assistant at FEUI | IE FEUI 2008 | HMI Activist.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cukup Tinggikan Sebenang

7 Juni 2010   14:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:41 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cukup Tinggikan Sebenang

Oleh : Ki Ijul Ganteng

Wahai wanita,

Ada sedikit pesan bagimu

Sedikit wejangan bagi masa depanmu

Sebuah nasehat bagi perjalanan hidupmu

Wahai wanita,

Hati-hatilah dengan pria

Ada yang bilang mereka itu berwajah dua

Ada pula yang berkata mereka berbulu domba

Hidung belang pula

Cobalah reka-reka bagaimana kira wajahnya?

Tapi tenanglah, tentu tidak semua pria seperti mereka

Pria seperti ini jumlahnya hanya satu dua

Kalau pun tampak berjuta-juta karena yang berpuluh juta tidak menampakkan dirinya

Yah, mungkin saat ini Pak Habibi contohnya

Wahai wanita,

Aku memang seorang anak muda

Mungkin tak layak memberi sepatah dua patah kata

Aku memang belum menjadi tua

Kulitku masih kencang, rambutku belum putih semua

Walaupun sudah ada kini beberapa yang berganti warna

Tua muda itu masalah usia

tapi pengalaman tentu berbeda-beda

tentu usia berbanding lurus dengan pengalamannya

pengalamanku memang belum seberapa

aku hanya senang melihat dan mendengar pengalaman orang di sekitar

sesungguhnya, pengalamanlah yang membuat orang belajar untuk terus dewasa

belajar untuk terus memahami dan belajar mencari makna

pengalaman tidak sekonyong-konyong datang untuk memberikan materi perkuliahan

pengalaman harus diresapi

kalau perlu kau berkontemplasi seperti Nabi Muhammad di Gua Hira

Berkontemplasi untuk merenungi, apa makna di balik semua ini?

Wahai wanita,

Hati-hatilah dengan pria

Mereka itu pemangsa nomor satu hebatnya

Mereka memangsa dengan buasnya

Mereka akan mengejar hingga ujung dunia

Mereka bertaruh nyawa untuk mendapatkannya

Demi seorang wanita

Wahai wanita,

Kala pria datang menggoda, hati-hatilah!

Jangan mudah kalian terkena bujuk rayunya

Janganlah kalian jadi bunga di pinggir jalan

Wahai Hawa!

Jadilah kalian

Jadilah Bunga di tepi jurang

Tak mudah dipetik, mengundang seribu tanya

Tempatmu di tepi jurang, wibawamu begitu tinggi

orang mendekatimu tentu tak sembarang

Harus dengan syarat dan ketentuan berlaku untuk memetikmu

Indah nian wahai kau bunga tepi jurang

Yah, mungkin saat ini Almarhumah Ibu Ainun adalah contohnya

Wahai wanita!

Bagi kami, para pria

Rumus kalian terlampau mudah

Cukuplah para adam mengikuti petuah Naga Bonar tua kepada anaknya

Naga Bonar tua berkata,

“Wahai Bonaga!”

“wanita itu cukuplah kau tinggikan sebenang maka jadilah dia milikmu”

Mungkin terdengar sederhana,

Tapi itulah faktanya

Jadi, berhati-hatilah

Sebenang saja kau akan jatuh kepangkuannya

Cukup sebenang, hanya beberapa mili tak lebih dari hitungan senti

Cukup sebenang, tak perlu menembus dinding yang begitu tebal

Cukup sebenang, betapa rapuh pertahananmu

Kini dengarkan wahai kalian para Pria!

Mungkin kau sudah tahu rumus sederhana kita itu

Tinggikan sebenang jurus kita bersama..haha..mari kita tertawa bersama

Wanita itu tak perlu banyak usaha kita menaklukannya

Mudah, mudah, dan sangat mudah

Tentu, sangat mudah jika dia hanya tumbuh di pinggir jalan

Lain hal jika dia besar dan berkembang di tepi jurang

Alih-alih mendapatkannya, bisa malu yang kau terima

Mari kita kembali ke Bonaga dan Ayahnya

Rumus mereka memang begitu sederhana bahkan terlampau mudah

Meninggikan benang itu banyak jenisnya

Satu, Ada yang dengan memuji wanita punya kelebihan

Dua, Bisa juga dengan mengajak bicara topik yang mereka suka

Tiga, Boleh juga dengan dengarkan mereka bercerita

Empat, Ikutlah tertawa dengan mereka

Lima, sediakan waktu bagi mereka untuk berkeluh kesah

Intinya : tinggikan sebenang,



berikan perhatian, cukuplah lebih sebenang dari yang orang lain berikan

Semua memang terdengar biasa

Tapi percayalah semua cerita dari sinilah awal-mula-asalnya

Kalau salah, setidaknya itu menurut saya

Yah, itulah pria

Mungkin benar memang pria itu buaya

Tenang, menghanyutkan, siapa sangka tiba-tiba dia dapat mangsa

Mungkin pria itu juga cicak

Tenang, menghanyutkan, siapa sangka nyamuk terbang dia peroleh dengan mudah

Karena memang rejeki, jodoh, maut, tidak kemana

Tergantung usaha manusia juga pada akhirnya

Tapi pada akhirnya, tentu kita akan kembali pada-Nya

****

Puisi ini hanya bersifat fiktif belaka. Jika ada kesamaan waktu, tempat, peran, dan kejadian mohon dimaafkan. Terlebih jika ada pihak yang merasa, penulis hanya ingin berkata “bukan kau jika tidak merasa”. Akhir kata, puisi jelek ini hanya dibuat mengikuti arah kemana perasaan dan hati, mengalir tanpa henti.

****

Dibuat pada :

Waktu : tak lama setelah ashar berkumandang, sebelum berangkat menuju lapangan

Tempat : kamar samping, samping garasi, garasi tanpa mobil

Bekasi, 30 Mei 2010

Ki Ijul Ganteng

Penulis menganjurkan mendukung Gerakan Pemberantasan Anti-Buaya Darat dan Wanita Pinggir Jalan, Penulis juga penggemar Wanita Tepi Jurang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun