Sebelum proyek Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan di Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, didirikan melalui Perda No. 3 Tahun 2005, daerah Condet di Jakarta Timur pernah dijadikan kawasan cagar budaya berdasarkan SK Gubernur No. D. IV-1511/e/3/74 pada tanggal 30 April 1974. Pada masa itu, gubernur yang menjabat adalah Ali Sadikin dari tahun 1966 hingga 1977.
Untuk mencegah penghilangan budaya yang dimiliki oleh Masyarakat Betawi, Gubernur ke-7 DKI Jakarta, Ali Sadikin, menetapkan daerah Condet sebagai cagar budaya Betawi melalui Surat Keputusan Gubernur No. D. IV-1511/e/3/74 tanggal 30 April 1974. Keputusan pemerintah ini didasarkan pada keinginan untuk mempertahankan aset budidaya pertanian di Jakarta Timur dan juga menjaga budaya lokal yang merupakan bagian dari etnis Betawi.Â
Selain itu, di sepanjang Sungai Ciliwung yang mengalir di wilayah Condet, ditemukan artefak arkeologis seperti kapak perimbas dan berbagai peralatan yang digunakan oleh manusia purba. Artefak-artefak ini diyakini milik nenek moyang masyarakat Betawi yang tinggal di tepian Sungai Ciliwung.Â
Dalam rangka memperkuat keputusan tersebut, gubernur mengeluarkan Surat Instruksi No. D.IV-116/d/11/1976 yang berkaitan dengan perencanaan kota Jakarta.
Selain itu, dilakukan juga proyek konservasi terhadap daerah Condet berdasarkan peraturan gubernur No. 1/12/1972. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa rumah-rumah tradisional di daerah Condet adalah bangunan bersejarah yang harus dijaga dan dipelihara. Tindakan ini bertujuan untuk mempertahankan warisan budaya dan sejarah yang terkait dengan daerah tersebut (Windarsih, 2013).
Menurut Ridwan Saidi, komunitas Betawi di Jakarta saat ini mengalami penurunan yang signifikan. Ada banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya komunitas Betawi ini.Â
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah tekanan ekonomi dan perubahan demografi. Meskipun demikian, masyarakat Betawi masih memegang teguh adat istiadat dan budaya setempat.Â
Meskipun di daerah Condet saat ini banyak pendatang dan sulit membedakan antara penduduk asli dan pendatang yang bukan etnis Betawi, masyarakat Betawi tetap mempertahankan identitas mereka.Â
Pendidikan menjadi faktor utama dalam mempertahankan eksistensi masyarakat Betawi di tengah perubahan zaman saat ini. Etnis Betawi di Kelurahan Balekambang tetap mempertahankan identitas mereka sebagai orang Betawi (Rizkiyah, 2018).