[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="ketua Umum Viking Persib Fans Klub, Heru Joko berjabat tangan dengan Ketua Umum Jakmania, Larico Ranggamone. Viking dan Jakmania sepakat berdamai,Jumat (11/4/2014) (KOMPAS.com/PUTRA PRIMA PERDANA)"][/caption] KABAR gembira itu akhirnya datang. Dua kelompok suporter sepak bola Indonesia, yakni The Jakmania (Persija Jakarta) dan Viking (Persib Bandung), akhirnya berdamai. Akankah ditaati oleh akar rumput? Di tengah hiruk-pikuk pesta demokrasi, ada kabar baik bagi dunia sepak bola Indonesia. The Jakmania dan Viking menorehkan sejarah dengan menyepakati enam poin perjanjian damai. Di Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/4), petinggi The Jakmania dan Viking mengikrarkan perdamaian tersebut. Petinggi kedua klub serta perwakilan kepolisian jadi saksinya. Perdamaian antara dua kubu suporter itu memang layak diacungi jempol. Sebab, sudah lama publik pencinta sepak bola nasional menantikannya. Publik tentu bosan dengan aksi tak simpatik yang dilakukan berbagai kelompok suporter di Tanah Air, baik sebelum laga, saat laga berlangsung, atau setelah pertandingan. Entah sudah berapa banyak korban luka, bahkan korban jiwa akibat gesekan antarsuporter. Belum lagi rusaknya berbagai fasilitas umum. Nah, dengan adanya ikrar damai itu, tentu muncul harapan bahwa berbagai kejadian di atas tak terulang. Memang, masih banyak banyak yang harus dilakukan setelah kesepakatan itu diteken. Yang utama, tentu sosialisasi. Ini tak mudah. Sebab, harus dilakukan secara intens dan butuh waktu. Berapa lama? Tergantung dari kemauan kedua kelompok suporter. Jika kedua kelompok suporter itu memang sadar bahwa pertikaian tak akan membuat nama mereka makin besar dan malah dibenci masyarakat, tentu lebih mudah dan lebih cepat perdamaian sesungguhnya tercipta. Tetapi, jika kedua kelompok suporter itu masih menyimpan dendam dan merasa hanya merekalah yang lebih baik dari kelompok suporter lawan, pasti butuh waktu lama. Yang harus diingat, kehebatan kelompok suporter bukan diukur dari kemampuan merangkai kata-kata cacian kepada kelompok suporter lain, baik lewat media sosial atau berbagai atribut yang dibawa ke stadion. Bukan pula dari keahlian menciptakan lirik lagu yang memunculkan permusuhan kepada suporter lawan. Bukan juga dari perilaku biadab seperti menganiaya suporter lawan. Suporter bisa dibilang hebat jika mampu memenuhi stadion setelah membayar tiket, lalu mendukung tim pujaannya dengan beragam cara yang kreatif sehingga membuat orang berdecak kagum. Suporter bisa dibilang hebat jika mampu membuat tim kebanggaannya tak terusir dari kandang sendiri karena terkena sanksi. Suporter bisa dibilang hebat jika sukses membantu finansial klub dengan beragam cara, misal membuat dan memasarkan merchandise klub. Suporter bisa dibilang hebat jika tidak ngamuk setelah timnya kalah bertanding. Semoga, enam poin perdamaian yang sudah disepakati bisa dilaksanakan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Semoga, perdamaian itu diikuti kelompok suporter lainnya di Tanah Air. Maju terus suporter Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H