Dunia saat ini dihebohkan dengan sebuah virus yang bernama COVID 19, virus ini berawal dari Wuhan, China. Virus COVID 19 sangat cepat menyebar ke seluruh dunia, Setidaknya hari ini menurut data dari Worldmeters sudah menyebar ke 215 Negara dengan total kasus 5.085.504 Jiwa terjangkit virus COVID 19 di seluruh dunia. WHO telah menetapkan virus COVID 19 sebagai pandemi global. Pandemi COVID 19 tidak hanya berdampak bagi sektor kesehatan,namun semua hampir mempengaruhi seluruh sektor kehidupan. Salah satu sektor yang paling terdampak adalah sektor ekonomi. Menurut Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk,  Andry Asmoro seperti yang dilansir Detik.com  pandemi COVID-19 yang  terjadi di 200 negara membuat  pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan mengalami resesi atau perlambatan ekonomi sebesar -3%. Untuk Indonesia sendiri, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi kemungkinan terburuknya bisa mencapai minus 0,4%. Salah satu cara mengurangi penyebaran covid 19 seperti anjuran WHO adalah melalui physical ditancing, salah satu bentuk physical distancing adalah stay at home. Kondisi  masyarakat yang hanya berdiam diri di rumah (stay at home), berdasarkan hukum permintaan dan penawaran secara perlahan akan menyebabkan penurunan permintaan secara agregat atau Agregat Demand (AD) yang berujung pada jumlah produksi yang terus menurun. Penurunan ekonomi yang berefek domino ini bukan hanya akan menimbukan guncangan pada fundamental ekonomi riil, melainkan juga merusak kelancaran mekanisme pasar antara permintaan dan penawaran agar dapat berjalan normal dan seimbang. Karena itu hampir semua pelaku perekonomian sekarang merasakan dampak yang diakibatkan oleh perlambatan ekonomi.
Perlambatan ekonomi tersebut menyebabkan beberapa masalah sosial seperti pengganguran. Menurut data yang dilansir kompas.com, saat ini 56 persen angkatan kerja Indonesia berada di sektor informal. Dari komposisi tersebut, krisis yang disebabkan oleh COVID 19 ini berpotensi menambah jumlah pengangguran sebanyak 3,5 juta hingga 8,5 juta orang sepanjang tahun 2020. Â Tentunya masalah-masalah diatas apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan dampak yang berkepanjangan bagi ekonomi indonesia.
Salah satu solusi dalam menghadapi dampak ekonomi tersebut adalah melalui instrumen filantropi islam seperti Zakat, infaq, Shadaqah, Wakaf. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tentu memiliki potensi besar untuk berperan melawan dampak COVID 19 di bidang ekonomi. Tentunya dalam mengoptimalkan potensi tersebut diperlukan strategi agar hasilnya bisa maksimal.
Menurut saya ada beberapa strategi filantropi islam yang bisa dilakukan di tengah pandemi COVID 19 ini. Diantara strategi-strategi tersebut adalah dibawah ini
1. Memanfaatkan potensi zakat dengan sebaik mungkin, Instrumen zakat dapat digunakan untuk menghadapi resesi ekonomi di tengah pandemi COVID 19. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI No 23 Tahun 2020 seperti tentang Pemanfaatan Harta Zakat, Infaq, Sedekah untuk Penanggulangan COVID 19 dan Dampaknya. Fatwa tersebut menegaskan perluasan delapan golongan mustahik yang berhak menerima zakat. Dalam situasi terdampak covid-19, setiap orang yang termasuk fakir, miskin, gharim, maupun fi sabilillah berhak menjadi mustahik. Dana zakat dapat diarahkan untuk pembelian alat perlindungan diri, disinfektan, maupun membiayai relawan kesehatan dikarenakan alat-alat tersebut di golongkan sebagai sarana Fi sabilillah untuk bersama-sama melawan dampak pandemi COVID 19 . Selain itu, dana zakat dapat diberikan kepada mustahik sebagai jaring pengaman sosial untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga nantinya bisa meningkatkan permintaan agregat . Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, dana zakat juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yaitu melalui upaya pendistribusian dana zakat dengan akad qardhul hasan untuk memberdayakan mustahik akibat COVID 19 di Indonesia. Pendistribusian zakat produktif tersebut bisa dilakukan kepada UMKM yang terdampak maupun kepada pengangguran terdampak COVID 19 yang ingin memulai usaha baru. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak hanya bergantung pada pemberian bantuan dana zakat, tetapi dengan program pemberdayaan, dana zakat tersebut dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. Yang terpenting dalam pemanfaatan Zakat tersebut adalah pengumpulan dana dengan potensi yang ada dan penyalurannya agar tepat sasaran. Menurut data BAZNAS Di tahun 2019, potensi zakat di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 233,6 Triliyun namun dari potensi tersebut yang mampu dihimpun hanya 8 triliyun tentunya ini menjadi PR tersendiri bagi penghimpunan zakat, perlu strategi agar penghimpunan tersebut lebih efektif dan efisien sehingga potensi yang ada bisa dimanfaatkan dengan optimal. Untuk itu, Kampanye untuk berzakat harus digiatkan,  Organisasi pengelola zakat bisa bekerja sama dengan masjid-masjid untuk membantu menghimpun zakat dikarenakan biasanya masjid adalah sentral dari kegiatan sosial warga,walaupun sekarang masjid banyak yang tidak aktif, namun pengumpulan zakat masih bisa dilakukan menggunakan financial technology yang ada seperti misalnya transfer atau galang dana secara online. Pengoptimalan financial technology untuk mengumpulkan dana di tengah pandemi ini sangat krusial dikarenakan dengan adanya financial technology dana bisa terkumpul dengan mudah hanya melalui smartphone. Peran financial technology sebagai strategi penghimpun dana zakat oleh lembaga amil zakat  adalah memberikan kemudahan, memperluas pasar, memberikan dampak peningkatan baik secara nominal pendapatan dana zakat maupun peningkatan literasi. Lembaga amil zakat perlu melakukan promosi dan ajakan  melalui sosial media agar masyarakat tertarik untuk melakukan zakat, selain itu sosial media juga bisa dijadikan wadah untuk melaporkan penggunaan dana zakat sehingga masyarakat  menjadi lebih percaya dengan lembaga amil zakat dalam mengelola dana zakat. Selanjutnya yang tidak kalah penting setelah penghimpunan adalah penyaluran dana zakat, penyaluran dana zakat ini harus benar-benar tepat sasaran dikarenakan jika tidak tepat sasaran maka peran zakat yang sudah disebutkan tadi tidak bisa berjalan dengan maksimal. Penyaluran zakat perlu dipetakan kepada orang-orang yang benar-benar membutuhkan di masa pandemi ini, seperti mustahik baru yang terkena PHK, orang yang terlilit hutang dan terancam bangkrut, alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan karena mereka telah berjuang di jalan Allah untuk memerangi penyakit ini. Masyarakat dan pemerintah perlu mengawasi lebih lanjut tentang penyaluran ini dan juga lembaga amil zakat perlu membuat transparansi mengenai penyaluran agar penggunaan dana zakat yang ada bisa akuntabel dan tepat sasaran
2. Instrumen lain yang bisa dimanfaatkan dan dioptimalkan di tengah pandemi COVID 19 ini adalah instrumen wakaf. Wakaf merupakan salah satu instrumen yang memiliki peran untuk  mengembangkan kesejahteraan dalam Islam. Di zaman awal islam, harta wakaf lebih banyak digunakan untuk kepentingan kesejahteraan umat. Seperti Wakaf sumur Utsman bin Affan yang sangat berguna untuk kebutuhan air kamu muslimin  saat itu, selain itu ada wakaf kebun Umar bin Khatab yang kegunaannya masih bisa dirasakan hingga sekarang hasilnya pun dikelola oleh pemerintah Arab Saudi untuk kebermanfaatan umat. Wakaf bisa disalurkan  dalam berbagai macam dan bentuk yang dapat memberikan manfaat bagi umat di tengah pandemi COVID 19. Seperti wakaf kendaraan ambulance, wakaf alat kesehatan, wakaf rumah sakit, wakaf tanah dan bahkan wakaf uang. Wakaf uang dapat digunakan kegiatan produktif dan hasilnya untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat,utamanya masyarakat yang terdampak COVID 19. Wakaf alat kesehatan seperti ventilator sangat dibutuhkan untuk membantu umat yang terkena COVID 19 dan membutuhkan pertolongan lebih lanjut. Wakaf alat kesehatan bisa dihimpun melalui penggalanan dana untuk membeli alat tersebut yang kemudian dapat diserahkan ke rumah sakit atau poliklinik yang kekurangan alat tersebut. Selain itu banyaknya tanah wakaf yang ada di yang masih menggangur ,data dari  Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat masih banyak tanah wakaf yang belum dimanfaatkan alias menganggur. Setidaknya, luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 420 ribu hektare dengan estimasi nilai Rp2.100 triliun. Dengan potensi yang sangat besar tersebut ditengah pandemi ini tentunya seharusnya potensi tanah wakaf tersebut bisa dioptimalkan dengan baik, apalagi COVID 19 ini bisa membuat rumah sakit kekurangan kamar untuk pasien, sehingga tanah wakaf yang menganggur sementara bisa dijadikan rumah sakit sementara,misalnya rumah sakit kontainer yang bisa dijadikan sebagai RS darurat ditengah COVID 19.
3. Selain dua instrumen pokok tadi,ada instrumen filantropi islam yang bisa digunakan untuk menangani dampak ekonomi dari COVID 19 yaitu instrumen infaq.  Untuk instrumen infaq sendiri kegunaannya lebih fleksibel dibandingkan dua instrumen yang sudah dijelaskan diatas, karena itu instrumen ini bisa dimanfaatkan sebagai penyokong kedua instrumen diatas lagi. Peran masjid sangat krusial  dalam memanfaatkan dana infaq di tengah pandemi saat ini, dengan jumlah masjid menurut  ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla seperti dilansir Suara.com mengatakan jumlah masjid dan mushola di Indonesia mencapai 800.000, hal itu tentu menunjukkan bahwa potensi infaq yang ada di Masjid sangat besar. Infaq ditengah pandemi ini melalui masjid bisa digunakan untuk membantu warga sekitar yang kesulitan di tengah pandemi COVID 19 INI, Masjid bisa berperan dengan memberikan bantuan bahan pokok kepada yang membutuhkan, memberikan beasiswa kepada masyarakat sekitar yang terdampak, membelikan masker untuk warga sekitar, dan masih banyak  lainnya yang bisa membantu masyarakat dalam melawan COVID 19.
Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan tiga instrumen diatas diharapkan umat islam bisa berperan dalam melawan COVID 19 sehingga dampak dari COVID 19 terutama di bidang ekonomi bisa diminimalisir dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H