Mohon tunggu...
Dzikrina saadatusubhanah
Dzikrina saadatusubhanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Perempuan Hebat

seorang mahasiswa pendidikan fisika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Jawa Tumpengan untuk Perayaan

3 Maret 2022   22:51 Diperbarui: 3 Maret 2022   23:02 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi tumpeng, atau yg dikenal sebagai 'tumpengan' merupakan tradisi peninggalan budaya leluhur yg hingga kini masih diyakini untuk dihidangkan pada program ceremony baik yg sifatnya simbolis juga ritual. Tumpeng telah sebagai bagian yg nir terpisahkan pada kehidupan warga Indonesia, khususnya saat memperingati momen & insiden penting. Tempat dihadirkannya tumpeng ini pun tidak hanya ada di desa namun jua kota-kota besar . Dimulai menurut warga  pulau Jawa, Madura & Bali, sekarang penggunaan tumpeng telah menyebar ke bagian pelosok nusantara lainnya bahkan ke mancanegara misalnya Malaysia, Singapura bahkan Belanda yg dikenal menggunakan nama rijstafel. Meskipun diyakini asal dari Pulau Jawa, warga semua Indonesia telah memaklumi & mengenalnya menggunakan baik. tradisi tumpeng yg biasa digunakan pada program 'selametan', masih ada nilai-nilai yg sifatnya filosofis. Tumpeng mengandung makna-makna mendalam yg mengangkat interaksi antara insan dengan Tuhan, menggunakan alam & menggunakan sesama insan.

 Tumpeng adalah hidangan nasi kerucut menggunakan aneka lauk pauk yg ditempatkan pada tampah (nampan akbar , bulat, menurut anyaman bambu). Tumpeng adalah tradisi hidangan yg dipakai pada upacara, baik yg sifatnya kesedihan juga gembira. dipenuhi jajaran gunung berapi. 

Tumpeng asal menurut tradisi purba warga Indonesia yg memuliakan gunung menjadi loka bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah warga Jawa menganut & ditentukan sang kebudayaan Hindu, nasi yg dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung kudus Mahameru, loka bersmayam dewa-dewi. Dilihat menggunakan seksama, tumpeng ini sarat menggunakan makna sebagai akibatnya jika makna tadi dipahami & diresapi maka setiap kali tumpeng hadir pada setiap upacara, insan diingatkan lagi akan kekuasaan Sang Pencipta Alam, pentingnya menjaga keharmonisan menggunakan alam & memeriksa nilai nilai hayati darinya dan mempertahankan asas gotong royong, urip tulung tinulung & nandur kebecikan, males budi yg sebagai dasar kerukunan & keharmonisan hayati bermasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun