Mohon tunggu...
Dzikri Faizziyan
Dzikri Faizziyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - The cosmos is within us. We are a way for the universe to know itself.

I love writing as much as i love reading. My one and only standard of morality is individual liberty.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fundamentalis Agama Berkorelasi dengan Kerusakan Otak

22 Desember 2021   23:35 Diperbarui: 22 Desember 2021   23:42 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Joe Raedle/Getty Images 

Fundamentalisme Agama Berkorelasi Dengan Kerusakan Otak

Para ilmuwan menemukan bahwa kerusakan pada bagian otak tertentu terkait dengan peningkatan fundamentalisme agama. Secara khusus, lesi di korteks prefrontal ventromedial mengurangi fleksibilitas kognitif - kemampuan untuk menantang keyakinan kita berdasarkan bukti baru.

Para peneliti, yang dipimpin oleh Jordan Grafman dari Universitas Northwestern, menggunakan data yang dikumpulkan dari veteran Perang Vietnam sebagai bagian dari Studi Cedera Kepala Vietnam. Mereka membandingkan tingkat fundamentalisme agama antara 119 yang memiliki lesi (kerusakan pada bagian otak) dan 30 veteran yang tidak.

Penelitian lebih lanjut menegaskan bahwa korteks prefrontal dikaitkan dengan kepercayaan agama dan merupakan yang terbaru dalam sejumlah penelitian terbaru yang mencari dasar neurologis untuk agama.

"Variasi dalam sifat keyakinan agama diatur oleh area otak tertentu di bagian anterior otak manusia dan area otak tersebut adalah di antara area yang paling baru berkembang di otak manusia," kata Grafman.

Seberapa bebas area-area ini dari penyakit, khususnya bagian yang dikenal sebagai korteks prefrontal dorsolateral, dapat menentukan keterbukaan mental seseorang - bagian yg diperlukan untuk menghargai "keragaman pemikiran keagamaan". Korteks prefrontal sebelumnya dikaitkan dengan memiliki fungsi kognitif spiritual.

Fundamentalisme agama yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan fleksibel untuk merevisi kepercayaan ketika menemukan fakta bahwa kepercayaannya salah, irasional atau berbenturan dg values kemanusiaan lainnya. 

Sumber :

National Institute of Mental Health. 2017. Study finds link between brain damage and religious fundamentalism. https://bigthink.com/neuropsych/study-finds-link-between-brain-damage-and-religious-fundamentalism/#Echobox=1579800773%23Echobox [diakses 22 Desember 2021].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun