Mohon tunggu...
Muhammad DzikriAl
Muhammad DzikriAl Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negri Jakarta

Mahasiswa Bimbinga Penyuluh islam 2c

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Keilmuan Seorang Dai

27 Mei 2024   22:24 Diperbarui: 27 Mei 2024   22:28 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Muhammad Dzikri Al Wafaa
Dosen dan Mahasiswa  UIN Syarif Hifayatullah Jakarta

Kalau melihat tiga inti ajaran Islam, yakni akidah , syariah, dan akhlak, maka keilmuan seorang dai meliputi ketiga inti ajaran Islam itu. Ketiganya sering disebut tiga pilar pesan dakwah.

Pertama, keilmuan berkaitan dengan keyakinan atau iman. aqidah berbeda dengan tauhid (mengesakan Allah), akidah adalah bagian dari tauhid. Akidah memiliki arti yang lebih luas daripada tauhid. Keimanan kepada Allah, rasul-Nya, kitab-Nya, malaikat, hari akhir, dan takdir adalah bagian dari akidah.

Selama ini dikenal adanya sejumlah aliran dalam Islam seperti Khawarij, Mu'tazilah, Asy'ariyah, Maturudiyah, Wahabiyah, dan lain-lain. Dari sisi tauhid, aliran dalam Islam.sama-sama mengesakan Allah. Tapi dari sisi akidah mereka memiliki perbedaan pandangan.

Seorang dai harus setidaknya memiliki pemahaman tentang aliran yang diikutinya, tokoh-tokoh, dan pendapatnya. Misalnya, lihat perbuatan Allah dan manusia, serta pertanyaan tentang alam, surga, neraka, dan sebagainya, lengkap dengan argumen mereka sendiri. Seorang dai harus dapat membedakan dan memahami karakteristik setiap aliran.

Untuk itu, seorang dai harus mendalami al-Qur'an dan ilmu tafsir, hadits dan ilmu hadits, sejarah, dan pertumbuhan dan perkembangan teologi dalam Islam. Di samping memiliki pengetahuan tentang  manhaj, madzhab, ormas, dan partai, baik persamaan maupun perbedaan masing-masing.

Kedua, keilmuan terkait syariah. Dalam konteks ini, syariah berbeda dengan fikih. Syariah adalah hukum Islam yang digalib dari al-Quran dan Sunah yang masih murni (bukan produk ijtihad), sementara fikih adalah pruduk ijtihad ulama mengenai hukum Islam yang bersumber dari al-Quran maupun Sunah. Untuk iti seorang dai harus menguasai al-Qur'an, hadits Nabi, literatur fikih, baik klasik, pertengahan, dan kontemporer.

Dalam hal ini syariah, fikih, dan ibadah dapat dibedakan.Ibadah adalah bagian dari fikih. Oleh karena itu, dalam literatur dikenal fikih ibadah, fikih muamalah, fikih politik, dan lain-lain.

Ketiga, keilmuan terkait akhlak. Akhlak berbeda dengan tasawuf. Akhlak lebih sebagi perilaku lahir, sedangkan tasawuf adalah perilaku batin. Seorang dai harus dapat mengkotak-kotakan antara akhlak yang baik (mahmudah( dan akhlak yang tercela (mazmumah). Akhlak seorang dai seyogyanya meningkat jadi tasawuf seorang dai. Karena dai adalah role model bagi mad'u.

Idealnya seorang dai bisa memetakan dirinya terkait akidah (aliran kalam), syariah (madzhab fikih, dan akhlak (tasawuf). Misalnya, seorang dai memiliki pemikiran kalam yang dinamis karena bermesin teologi Asy'ariyah, sisi mistik energik karena bertasawuf akhlaki al-Ghazali, dan istimbath hukum yang diikuti rasional-juristik karena bermanhaj fikih Syafii.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun