Tak usah kuceritakan panjang lebar, hampir semua bangsa ini mengenal aku. Akulah satu satunya senjata ampuh untuk melawan kejamnya kolonialisme, penindasan tanpa henti, dan kebodohan yang akut. Aku datang bersama orang-orang besar pendiri bangsa ini. Aku mampu mengamputasi kebodohan, menyadarkan pribumi akan hakekat kehidupan yang mengantarkan bangsa ini pada kemerdekaan. Berangkat dari Boedi Utomo sebagai semangat awal yang kemudian diteruskan oleh Suwardi Suryaningrat atau yang sering akrab dipanggil Ki Hajar Dewantara melalui Taman Siswanya berhasil membawa pribumi sedikit demi sedikit cerdas. Dengan perlahan aku diperkenalkan, akulah salah satu senjata ampuh untuk keluar dari lingkaran setan.
Namun kehadiranku kini sangat membingungkan, aku tak tau fungsiku pada saat ini sebagai apa, aku tak mengerti apa yang sedang mereka lakukan terhadap diriku. Aku memberikan mereka kecerdasan tapi mengapa jauh tak bermoral? Kau menggunakan ku untuk menjadi alat penindasan, kau menggunakan ku untuk memperkaya dirimu sendiri, kelompok dan golongan. Aku diperjual belikan, aku diobral untuk menghidupi dirimu wahai sang penguasa negeri. Aku dijajahkan dipinggiran jalan, pamflet bertebaran dimana mana mengatas namakan diriku. Disatu sisi aku  diobral secara cuma-cuma, tapi aku juga dihargai dengan harga selangit! Aku bingung! Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?
Kehadiranku bagai momok yang menakutkan, banyak yang mengolok-olok bahkan menghindar jauh ketika ingin berhadapan! Banyak anak bangsa yang enggan bertemu dengan ku karena alasan ekonomi, padahal aku tidak membutuhkan uang. Tapi mereka dipenjara! Terpenjara oleh jeruji aturan! Walaupuj jerujinya semu tapi nyata adanya, mereka merasakan itu! Jeruji ini akan bisa dibuka apabila ada uang! Apa? Uang? Aku tak habis fikir, padahal dalam priambul menyatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan! Ya, melalui aku! Tanpa uang seharusnya kau bisa mendapatkanku! Pendidikan!
Aku merasa tersudutkan, disindir diberbagai peloksok nusantara. "Percuma berpendidikan juga, toh ternyata negara kita semakin subur dengan korupsi, kesenjangan begitu jelas terlihat, yang kaya sudah jelas tambah kaya dan yang miskin semakin melarat. Padahal orang pintar di negeri ini ribuan bahkan jutaan, sarjana tercecer dimana mana tapi tak ada ubahnya akan nasib bangsa ini."
Maafkan aku yang sekarang. Aku tak bisa berkutik ditangan sang penguasa, aku hanya bisa dijadikan mesin manusia untuk menjadi buruh, menjadikan manusia seperti burung beo, menjadikan manusia seperti robot dan menjadikan manusia sebagai predator harta yang haus akan uang.
Mungkin kalian lupa, aku datang bukan untuk membuat mu jadi bodoh! Kalian tahu apa yang membedakan manusia dengan hewan? Ya! Kalian pun sudah tahu bahwa manusia diberikan akal untuk berfikir, berfikir! Melalui pendidikan seharusnya kau berfikir, berfikir bukan untuk diri sendiri, tapi berfikir untuk kemaslahatan masyarakat, kemaslahatan bangsa dan kemaslahatan umat manusia! Tak usahlah kalian tiru gaya pendidikan ala Lenin-stalin untuk melanggengkan sebuah ideologi. Tapi tirulah gaya pendidikan Tan Malaka yang menggunakan pendidikan sebagai instrumen untuk menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia atas praktik penindasan bangsa asing!
Semoga kalian para pembaca bisa menolongku, merebut aku dari penguasa jahanam. Menjadikan aku kembali sebagai cahaya dalam lorong kegelapan. Menjadi perisai pelindung tembakan imperialisme dan globalisasi. Menjadikan aku pondasi dalam menjalankan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Jika negara sudah tidak mampu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka kitalah yang harus mencerdaskan kehidupan bangsa!
Selamat Hari Pendidikan Nasional! Muda Berfikir Bergerak!
02-05-2016