Kebebasan beragama merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (“HAM”) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun atau dikenal dengan istilah non-derrogable rights. Dengan demikian, kebebasan memeluk agama atau kepercayaan adalah hak setiap warga negara, dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menjaga hak konstitusional dan tanggung jawab sosial adalah kunci utama untuk merawat keberagaman. Masyarakat Indonesia perlu memahami bahwa kebebasan beragama termasuk hak konstitusional yang harus di hormati oleh semua pihak tanpa terkecuali.
Menurut Kabib Agama di Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Lampung, KH Suparman Abdul Karim menekankan pentingnya menghormati kebebasan beragama dan tanggung jawab sosial dalam menjaga kehidupan plural di Indonesia. Salah satu implikasinya adalah mengakui keabsahan pendirian lembaga pendidikan yang berbasis agama Indonesia, tanpa terkecuali agama minoritas.
“Mendirikan Lembaga pendidikan berbasis agama, agama mana pun yang di Indonesia, merupakan kebebasan yang di jamin oleh konstitusi. Perlu diingat bahwa kebebasan beragama dan mengamalkan ajaran agama merupakan salah satu bentuk implementasi dari sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Ustadz Suparman dalam keterangannya dikutip, Kamis (26/9/2024).
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia juga menjadi rumah bagi berbagai agama lain yang hidup berdampingan. Tidak hanya pemeluk agama Islam saja yang bebas mendirikan pesantren, hak yang sama harus diberikan pada umat Kristiani, Hindu, Buddha, serta Konghucu. Semua umat bergama harus diberikan kebebasan yang sama dalam mendirikan sekolah berbasis agama sesuai dengan keyakinannya.
“Kebebasan mendirikan lembaga pendidikan ini harus dihormati oleh semua pihak, dan penolakan terhadapnya, apalagi karena alasan (tidak menerima) agama minoritas, adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan,” kata Ustadz Suparman dalam keterangannya dikutip, Kamis (26/9/2024).
Dalam menjaga keberagaman, Ustadz Suparman menggarisbawahi pentingnya membangun kasadaran akan pluralitas melalui interaksi dan komunikasi yang baik. Dengan berinteraksi, masyarakat akan menyadari bahwa perbedaan agama, suku, atau ras adalah sebuah keniscayaan yang harus diterima, bukan dianggap sebagai ancaman.
Pimpinan Ponpes Rahmatul Ummah As-Salafiyyah An-Nahdhiyyah ini menegaskan setiap kelompok agama harus meredukasi pandangan esktrim yang menganggap agama lain sebagai ancaman. Menurutnya, selama masih ada yang berfikir bahwa eksistensi agama lain adalah ancaman, Indonesia tidak bisa menghadirkan keberagaman yang sejati. Ustadz Suparman menyampaikan, dalam ajaran Islam tidak ada paksaan dalam beragama, dan agama adalah ranah kebebasan serta kesadaran individu.
Ia menyoroti adanya kelompok-kelompok yang membangun narasi kebencian terhadap agama lain. Pemerintah, tokoh agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus bekerja sama untuk membangun komunikasi antar agama dan melawan paham-paham kebencian ini.
“Ada racun-racun ideologi yang mengajarkan paham-paham kebencian dan melihat agama lain sebagai gangguan. Gangguan semacam ini harus ditangani bersama-sama oleh Pemerintah dan para tokoh agama serta masyarakat,” kata Ustadz Suparman dalam keterangannya dikutip, Kamis (26/9/2024).