Cibinong malam itu gerimis. Istri dan saya terpaksa menonton televisi sambil minum kopi. Saya merasa larut dalam acara televisi yang menyiarkan program konser dangdut. Lagu yang dibawakan berjudul Duda Araban. Lagu ini tidak asing bagi saya yang berasal dari Cirebon. Saya merasa terharu lagu yang berlirik bahasa Cirebon ternyata wara-wiri di televisi nasional.
Rasa terharu saya bukan karena liriknya, melainkan pada bahasa Cirebon itu sendiri. Kami, penutur bahasa Cirebon, adalah etnis yang memaksa diri untuk membuat identitas, salah satunya lewat musik.
Bahasa Cirebon secara linguistik sebenarnya adalah sebuah dialek bahasa Jawa. Dilihat dari teori gelombang (Johannes Schmidt) bahasa Cirebon merupakan gelombang terjauh dari bahasa Jawa. Tetapi, walaupun berbahasa Jawa, kami, orang Cirebon, merasa penutur dialek bahasa Jawa lainnya menerima kami setengah hati bahwa kami satu etnis dengan mereka. Hal ini diperkuat dengan letak geografis bahasa Cirebon masuk daerah adminsitratif Provinsi Jawa Barat yang notabenenya berpenduduk mayoritas berbahasa Sunda.
Kondisi di atas menjadikan penutur Cirebon melepaskan dari bayang-bayang bahasa Jawa Yogya-Solo, yang menjadi pusat bahasa dan kebudayaan Jawa. Hal yang paling nyata dari kondisi ini penutur bahasa Cirebon menciptakan seni musik (berbahasa Cirebon dengan nama) Tarling.
Tarling berkembang sejak masa kemerdekaan dan terus mapan hingga kini. Kemapanan ini membawa bahasa Cirebon tidak hanya menjadi raja di wilayah sendiri, melainkan menyebar hingga Jawa Timur dan bahkan Indonesia. Penyanyi dangdut beken macam Ayu Ting Ting, Zaskia Gotik, dan Via Vallen pernah menyanyikan lagu Pemuda Idaman, Tetep Demen, Duda Araban, Lanange Jagat, atau Juragan Empang.
Untuk kancah regional, orkes dangdut koplo asal Jawa Timur semacam Monetta dan New Pallapa hampir dipastikan membawakan lagu-lagu berlirik bahasa Cirebon setiap kali mereka konser. Satu contoh lagi sang maestro campur sari Didi Kempot pernah berduet dengan biduan ternama tarling Nunung Alvi. Duet ini tidak menggoyahkan kemapanan bahasa Cirebon dalam musik. Lirik duet dengan judul lagu Jambu Alas tersebut Nunung Alvi tetap menggunakan lirik berbahasa Cirebon, bukan lirik berbahasa Jawa (Solo).
Melihat kondisi di atas saya bersyukur bahasa ibu saya, bahasa Cirebon, muncul dan dikenal masyarakat Indonesia melalui musik bukan dari sindiran NGAPAK seperti dialek bahasa Jawa lainnya yang secara geografis sebelah barat dari Yogya-Solo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H