Panggung untuk Rafa belum berakhir. Dua tahun berselang, dirinya ditarik untuk memperkuat tim nasional (timnas) Meksiko pada Piala Dunia 2002. Itu merupakan Piala Dunia pertamanya pada usia 23 tahun. Ia diboyong bersama skuad untuk bertarung di grup G menghadapi Italia, Kroasia, dan Ekuador. Pelatih Meksiko saat itu, Javier Aguirre, mempercayakan Rafa sebagai kapten.Â
Meksiko jelas tidak diunggulkan. Terakhir kali mereka mentas di piala dunia tahun 1970. Itu pun berhenti di perempat final. Namun, anak asuh Javier bermain seperti tak pernah ada hari esok. Hasilnya, Meksiko berhasil menumbangkan perlawanan Kroasia dan Ekuador serta berbagi skor kontra Italia. Capaian yang mengantarkan mereka merengkuh tujuh poin dan sukses sebagai pemuncak klasemen grup.
Di babak 16 besar, Meksiko datang dengan dada membusung. Dalam benak mereka, Amerika Serikat (AS) bukanlah hambatan berarti. Apalagi jika melihat tren positif di fase grup. Kendati mengejutkan karena berhasil mengalahkan Portugal dengan skor 3-1, AS hanya mampu menorehkan empat poin, hasil imbang melawan Korea Selatan dan tumbang di tangan Polandia. Di sisi lain, Meksiko adalah rival mereka di Utara. Cukup pada Perang 1848 saja Meksiko bertekuk lutut, di lapangan, AS bukan lawan sepadan.
Kepercayaan diri segenap penduduk Meksiko mesti terkubur dalam-dalam setelah melihat konsentrasi Rafa dan kawan-kawan mengendur. Baru 8 menit laga berjalan, Brian Mcbride sukses menyarangkan golnya ke gawang scar Prez Rojas. Terlalu asyik menyerang, di babak kedua, gawang Meksiko kembali terkoyak. Kali ini lewat tandukan Landon Donovan. Tak cukup sampai di situ, Meksiko mesti kembali menelan ludah setelah kapten mereka, Rafa, diganjar kartu merah oleh wasit. Hari itu, harga diri Meksiko lenyap tak bersisa.
Pukulan bagi Rafa kembali menerpa. Kali ini datang dari keluarga. Ayahnya dinyatakan meninggal pada 2 Oktober 2010 setelah berjuang melawan tumor perut dan komplikasi internal. Rafa yang tengah menjalani operasi lutut di Meksiko, dengan maksud agar dekat Ayahnya, di saat bersamaan, diminta Monaco kembali. Banyak keputusan berat yang orang tua Rafa tempuh demi masa depannya. Kini tinggal Rafa seorang yang memutuskan. Sesaat sebelum keberangkatan, di bandara, Rafa mengurungkan niatnya. Ia berbalik meninggalkan bandara  dan memilih untuk menemani Ayahnya.
Ada satu dialog dengan Ayahnya yang masih basah dalam ingatan Rafa. Saat itu, Meksiko sedang mengidap demam Madrid. Tak lain adalah Hugo Sanchez yang jadi penyebabnya. Ia direkrut Real Madrid dengan mahar 1.2 juta poundsterling dari rival sekotanya, Atletico tahun 1985. Ia juga menjadi pemain Meksiko pertama yang merumput di tim Eropa sejak kepindahannya dari UNAM Pumas ke Atletico tahun 1981.Â
Dalam satu kesempatan, Rafa berjanji pada Ayahnya akan bermain di Eropa, khususnya untuk tim Hugo Sanchez. Momen itu bertepatan saat Ayahnya telah divonis sakit. Rafa meminta pada Ayahnya agar tetap bertahan supaya dapat melihat dirinya bermain untuk Los Blancos. Ayahnya berkata, sambil menganggap itu sebagai lelucon, "Aku yakin kau pasti bisa."
Dan, benar saja. Satu tahun berselang, namanya terpampang di Camp Nou, kandang Barcelona. Bukan di Santiago Bernabeu. Namun, ia berhasil menunaikan janjinya. Bermain di Eropa, berhadapan dengan tim pendahulunya, Real Madrid.
Bersambung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H