Kerja sama tersebut resmi ditetapkan dan berlaku bagi seluruh negara anggota APEC pada tanggal saat dideklarasikan bersama. Pada tahap selanjutnya Indonesia aktif dalam menjaga komitmen tersebut. Itu dapat dibaca sebagai langkah Indonesia dalam meningkatkan daya tawarnya di tiga organisasi kerja sama ekonomi berbeda: AFTA dan APEC. Selain itu, percepatan Indonesia dalam membebaskan hambatan investasi juga dapat dilihat sebagai upaya Indonesia untuk mendorong negara lain melakukan hal yang sama.
Paket kebijakan deregulasi oleh Pemerintah Indonesia merupakan cerminan atas percepatan tersebut. Pemerintah Indonesia secara resmi menerbitkan paket kebijakan tersebut pada 23 Mei 1995 (Pakmei 1995). Di samping itu, kebijakan tersebut juga menjadi penanda bergabungnya Indonesia dalam World Trade Organization (WTO).
Isi kebijakan tersebut membahas mengenai pengurangan tarif. Hasilnya, tarif rata-rata Indonesia turun signifikan. Tarif rata-rata Indonesia yang semula sebesar 20% di tahun 1994 menjadi kurang dari 8% pada 2000.
Dalam kesepakatannya dengan IMF, Indonesia diminta untuk mengurangi tarifnya sampai 5% pada tahun 1998. Tujuannya untuk menekan angka depresiasi rupiah pada harga makanan. Selain itu, pengurangan tarif juga berlaku bagi produk pertanian non-makanan, tetapi secara bertahap. Target pengurangan tersebut mencapai angka 3% pada tahun 2003.
Secara fisik, pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah pemangkasan tarif dan pembukaan investasi dapat dilihat melalui pembangunan di wilayah Batam dan Bintan. Singapura dan Malaysia turut terlibat proyek tersebut. Kawasan tersebut kemudian disebut sebagai segitiga pembangunan. Disana, berdiri perusahaan-perusahaan ketiga negara yang beroperasi pada sektor ekspor-impor. Kerja sama bisnis tersebut telah menunjukkan keberhasilan APEC dalam memutar roda perekonomian kawasan.
Dua kebijakan dalam tiap organisasi kerja sama ekonomi sama-sama menunjukkan kecocokan dan keterhubungan. Percepatan dalam liberalisasi ekonomi yang diinisiasi oleh Indonesia melalui Deklarasi Bogor didorong agar lebih optimal dengan masuknya IMF. Sinergi tersebut pada tahap selanjutnya baru dapat dilihat setelah target yang diusung tercapai, yakni pasar bebas di tahun 2010 bagi negara industrialis dan 2020 bagi negara berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H