Oleh: Moh. Dzaky Amrullah
Belajar untuk memahami Tuhan, artinya kita belajar untuk menjadi manusia atau menjadi hamba. Belajar tentang keTuhanan harus dengan menghadirkan bukti-bukti yang autentik; maka Islam mengajarkan bahwa bukti yang paling autentik itu al-Qur'an. Al-Qur'an sebagai sumber autentik utama dalam memahami Tuhan tak cukup hanya dipahami setengahnya saja, perlu adanya pemahaman penuh tentang apa yang dikandung dalam al-Qur'an.
Kenapa perlu adanya pemahaman utuh tentang kandungan al-Qur'an. Tentu saja jawabannya agar pemahaman yang diperoleh juga utuh. Al-qur'an pun tak serta mertra dapat dipahami dengan hanya membaca teks dari ayat ke ayat selanjutnya, perlu ilmu yang cukup untuk memahami ayat yang terkandung dalam al-Qur'an.
Ilmu-ilmu yang mengajarkan bagaimana cara memahami al-Qur'an sebagaian besarnya dicangkup dalam 'Ilmu Qur'an atau biasa disebut dengan Ulumul Qur'an, di dalam ilmu ini diajarkan secara garis besarnya saja, misalkan ilmu tentang mengetahui bagaimana kandungan suatu ayat, apakah ayat itu berisi hukum atau cerita atau yang lainnya. Sedangkan masih banyak ilmu yang harus dikuasai agar bisa memahami al-Qur'an.
Kembali pada memahami Tuhan lewat al-Qur'an. Jika memahami Tuhan lewat secuil ayat tanpa menerima beberapa ayat yang lainnya, maka pemahaman yang didapatkan akan salah. Misalkan ketika seseorang berpendapat bahwa Tuhan itu tidak sama dengan apapun dengan dalil laisa ka mitslihi syaiun "tidak ada apapun yang seperti Tuhan."
Mereka yang perpemahaman Tuhan tidak seperti apapun itu menafikan semua sifat Tuhan yang ada dalam diri manusia, maka disini mereka beranggapan Tuhan tidak duduk, tidak mendengar, dan lainnya (karena mereka berfikiran tidak mungkin sifat Tuhan menyerupai sifat manusia). Anehnya banyak orang yang berpemahaman seperti ini dengan dalil demikian. Padahal jika mau membaca potongan ayat selanjutnya maka akan menemukan wa hua sami' al-basir "dan dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar."
Disini Tuhan dengan jelasnya menerangkan sifat-Nya bahwa Dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar, dan manusia memiliki sifat demikian. Jika sifat yang demikian dinafikan, maka pemahaman tentang Tuhan akan salah, karena tumah sendiri lah yang mensifati diri-Nya lewat al-Qur'an.
"Jika Tuhan Maha Kuasa, Kenapa Manusia Menderita". Demikian bunyi judul buku yang ditulis Ulil Abshar Abdala. Sebuah buku yang akan membawa para pembaca pada bagaimana memahami Tuhan.
Berbeda dengan buku yang lain, buku yang ditulis Ulil Abhsar Abdala bisa membawa pembaca pada pemahaman tanpa harus berfikir rumit.
Kehadiran pandemi di tengah masyarakat dunia menimbulkan banyak pertanyaan, tak terkecuali penduduk Indonesia yang notabeni kebanyakan penduduknya beragama Islam dan dapat dikatakan semua penduduknya beragama karena menganut paham Republic yang berdasar Pancasila, dimana sila pertama sendiri berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa", dengan kata lain Negara kesatuan Republik Indonesia berdasar pada konsep ketuhanan.
Ketika Covid-19 mulai masuk ke Indonesia, tak sedikit masyarakat yang berpandangan bahwa jika kematian sudah ada di depan mata, maka tak ada satu orang pun yang mampu menghindari kematian itu. Dengan dalil demikian, lantas banyak masyarakat yang meremehkan bahaya Covid-19.