"Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya"-Ki Hajar Dewantara
Peringatan Hari Pendidikan Nasional atau sering disingkat hardiknas telah menjadi serimonial tahunan di negeri ini. Rutinitas setiap tanggal 2 mei seperti upacara bendera rasanya hanya kultur yang kini menjadi kebiasaan tanpa memberi perubahan yang berarti bagi di dunia pendidikan. Pidato dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah menjadi sebuah petuah yang selalu dibacakan rutin saat upacara hardiknas. Namun, tak cukup jika peringatan hari pendidikan nasional hanya diisi dengan upacara bendera dan mendengarkan pidato dari Mendikbudristek belaka. Melihat apa yang terjadi di dunia pendidikan dan menjadikannya sebagai suatu refleksi untuk memajukan kualitas pendidikan adalah sebuah keharusan bagi bangsa Indonesia.
Untuk mengukur bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia, maka terlebih dahulu perlu kita ketahui apa yang menjadi parameter atas keberhasilan dari pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 adalah jawabannya,
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhalak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Pasal dalam undang-undang tersebut telah jelas menegaskan pembentukan watak dan karakter dalam pendidikan nasional di Indonesia. Namun, fakta yang ada dilapangan belum menunjukkan tercapainya  tujuan dari pendidikan karakter tersebut.
Degradasi moral khususnya masih menjadi problematika yang tak kunjung selesai. Setiap waktu banyak kejadian yang menunjukkan betapa buruknya karakter pelajar saat ini. Bahkan, perilaku negatif yang dilakukan pelajar tersebut justru terjadi didalam lingkungan dimana pendidikan karakter dibentuk seperti bolos saat jam pelajaran, tidak hormat pada guru, berkelahi dengan teman disekolah, mencontek, perundungan  dan masih banyak lagi. Jika hal semacam ini dibiarkan terus menerus maka akan menimbulkan dampak yang buruk bagi generasi muda Indonesia. Sekolah sebagai wadah pembelajaran berbasis intelatual dan karakter harus mampu menciptakan lingkungan yang harmonis didalamnya, lingkungan yang tidak mengandung hal-hal negatif yang bisa membahayakan kualitas dari warga sekolah yang ada didalamnya.
Apa yang terjadi pada pendidikan formal saat ini bisa disebabkan karena proses pembelajaran yan dilakukan di sekolah hanya sebatas teori, sehingga praktik dalam kehidupan nyata belum mampu dilaksanakan dengan maksimal. Bahkan sekolah bagi para siswa hanya sebatas formalitas saja karena tuntutan zaman yang mengharuskan menempuh pendidikan. Namun kesadaran dari para siswa sendiri masih kurang dalam bersungguh-sungguh menemupuh pendidikan tersebut. Alhasil pendidikan disekolah hanya sekadar bertujuan mendapatkan nilai yang berupa angka, bukan memetik nilai-nilai moral yang diajarkan.
Akibatnya, setelah mereka lulus, nilai-nilai pendidikan karekter yang diajarkan oleh guru tidak tampak dalam perilaku mereka. Salah satu faktor pendorong dari hal tersebut adalah karena sistem pembelajaran yang dirasa kurang menyenangkan dan memberi tekanan kepada siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa harus mempunyai daya tarik pada para siswa. Pendidikan yang menyenangkan dan tidak memberi banyak tekanan akan mampu menggerakkan hati dan pikiran siswa untuk meresapi apa yang dipelajari dan mengaplikasikan didalam kehidupan mereka.
Jika kita amati, pendidikan formal di Indonesia memiliki banyak sekali pelajaran/materi tentang budi pekerti, bahkan pendidikan karakter adalah hal yang wajib diterapkan sejak zaman kurikulum K13. Tapi, mengapa dimana-mana fakta menunjukan pendidikan karakter belum berhasil?
Tentunya dapat diambil kesimpulan bahwa usaha yang dilakukan oleh sekolah sampai saat ini tidak akan mampu membuahkan hasil yang maksimal jika disisi lain, lingkungan masyarakat dan keluarga tidak peduli dengan pentingnya pendidikan karakter. Lingkungan sekolah dan masyarakat juga menentukan bagaimana nasib moral atau karakter para generasi muda saat ini. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran bersama untuk memperbaiki karakter generasi muda.