Banyak orang yang menjadikan sosok ayah sebagai figure bermana dalam hidupnya, walaupun tidak sedikit orang juga menyimpan dendam tersendiri atau dapat dikatakan membenci ayaahnya sendiri akibat kepribadian dan perilaku san ayah yang telah dianggap menciderai kebahagiaan keluarga.Â
Ayah yang selingkuh, ayah yang suka mabuk, dan lain sebagainya. itulah sosok ayah yang membuat anak-anaknya antipati. Bagi mereka yang simpatik terhadap figure ayah, dengan sendirinya mereka mengadopsi dan meduplikasi banyak hal dari sang ayah.Â
Mulai dari gaya bertutur, pola pemikiran, hobi, selera, cara memperlakukan orang sampai dengan profesi sang ayah. Contohnya saja, mereka yang ayahnya menjadi dokter.
Maka bisa jadi dengan melihat sang ayah si anak ingin mengikuti jejak ayahnya, adalagi mereka yang ayahnya seorang penceramah, maka salah satu atau semua putranya meneruskan jejak sang ayah sebagai penceramah, atau juga mereka yang ayahnya berprofesi sebagai pemusik, pembalap,chef dan lain sebagainya.
Hal ini tentu bukan semata-mata bakat yang terwarisskan  atau kemampuan yang sengaja dibentuk oleh ayah, melainkan karena ada sebuah kepakaan sebagai buah hasil melihat, menyaksikan, mengikuti dan menikmati dari sang anak sendiri. Artinya, mereka itu mengikuti aapa yang ayahnya lakukan. Mereka mencita-citakan sesuatu yang telah diraih ayah.
Tak  hanya sekedar cita-cita, hal-hal kecil seperti gaya berdandan, potingan rambut, cara menyemir sepatu, merek pakaian, gaya menyetir, dan lain-lain diikuti denga refleks oleh anak.
Ini mengartikan bahwa kecintaan seorang anak kepada ayahnya menembus pada masalah rasa dan selera. Selain itu, kecintaan seorang anak kepada ayahnya secara tidak langsung memunculkan adanya adopsi kepribadian, adobsi kebiasaan,dan adopsi kesukaan.
Pentingj juga untuk kita pahami bahwa pada umumnya, sosok ayah menjadi idaman atau menjadi teladan, bukan semata-mata karena tampilan fisik atau karena banyak memberikan keberlimpahan materi, tetapi, yang membuat anak-anak kagum terhadap ayahnya adalah karena wibawanya, kharismanya, perhatiannya, perhatiannya, kepeduliannya, ekspresi kasih sayangnya, nasehat-nasehatnya, dan lain sebagainya.
Dan juga sebaliknya, jika tidak adanya perhatian, tidak adanya ekspresi kasih sayang, tidak adanya waktu untuk sekedar berkumpul, membiarkan keluarga, terlalu ketat menerapkan aturan, terlalu tegas juga otoriter, tidak ada ruang untuk sekedar menyampaikan keluhan yang sedang hadapi, tentu hal-hal tersebut yang membuat anak-anak menjadi defensive terhadap sosok ayah.
Ada seorang anakyang sejak kecil merasa tidak pernah ditanya atau disapa oleh ayahnya, setibanya di rumah setelah pulang sekolah, ia jarang sekali ditanya aktivitasnya selama di sekolah. Tentu hal ini menimbulkan rasa kecewa yang mendalam dari sang anak,
Kecewa, satu kata yang tersemat dalam hatinya terkait profil sang ayah, ia pun bertanya0tanya pada dirinya sendiri.
- Kenapa tidak pernah berubah dari dulu hingga kini, ayah selalu tak acuh, seperti tidak pernah peduli dengan dirinya.
- Kenapa ayah tidak mampu hanya sekedar membaca masalah anaknya..