Siapa yang tidak kenal dengan negeri Gajah Putih, Thailand? Negeri yang bertetangga dengan Indonesia di utara ini memiliki strategi mutakhir untuk mengalihkan perekonomian Asia Tenggara ke halamannya. Sebetulnya bukan hanya Indonesia yang pontang-panting setelah mengetahui proyek ini. Negera tetangga lainnya seperti Singapura dan Malaysia pun turut kebakaran jenggot. Tetapi Indonesia berpotensi mandul untuk menarik pundi-pundi uang dari sisi kargo.
Perlu diketahui, strategi mutakhir milik Thailand itu tersebut Kra Canal (Terusan Kra) yang akan mematikan perekonomian Iaut Indonesia jika tidak disikapi dengan bijaksana. Menilik sejarah, Terusan Kra sudah dikonsep semenjak tahun 1677 oleh seorang engineer berkebangsaan Perancis, De Lamar, atas perintah raja Thailand. Sekarang, proyek ini merupakan joint venture antara Thailand dengan China yang bertujuan untuk memperpendek lintasan kapal dari Laut Andaman ke Laut Cina Selatan dan sebaliknya tanpa harus melintasi semenanjung Thailand. Proyek ini juga sejalan dengan cita-cita China untuk memanggil ruh ekonomi yang hingga kini masih menjadi sejarah—jalur sutra laut.
Selain alasan efisiensi waktu dan biaya, keamanan pun perlu dipertimbangkan. Para penguasa kargo, ekspor-impor pun akan ketar-ketir ketika berlayar melintasi perairan Laut Sulu. Bagaimana tidak, di daerah ini perompak laut Abu Sayyaf siap membandol kapal yang melewati daerahnya. Kegiatan operasi gabungan antara Indonesia-Filipina pun tidak bisa menjadi jaminan aman bagi para pelaut, termasuk pemilik kapal. Pada Juli 2016, tujuh WNI ditawan, belum lagi kasus penyanderaan-penyanderaan lainnya.
Proyek ini diluncurkan pada 2015 dan diestimasi selesai pada 2025 dengan panjang 102 km, ber-budget $28 miliar (Ship & Bunker, 20 Mei 2015) dan akan menyerap 30.000 tenaga kerja. Kedalaman kanal pun dikalkulasikan sedalam 33 meter, lebar dasar kanal selebar 500 meter dan mencakup area seluas 200 Km2. Kapal kargo yang bisa melintasi terusan ini maksimal berukuran 500.000 deadwieght tonnage (DWT)—berat total kapal termasuk muatan dan ABK—dan masih mampu melaju dengan kecepatan 7 knot (13 Km/jam). Kapal ini merupakan kelas ultralarge crude carriers (ULCCs) yang memiliki panjang lebih lebar dari empat lapangan sepak bola—415 meter—dan mampu mengangkut lebih dari 2.000.000 barel minyak mentah dalam sekali pelayaran.
Pada tahap pelaksanaan, terdapat tiga skenario:
- Kanal dibangun termasuk pembangunan transshipment di tengah kanal, tidak ada kegiatan ekspor-impor di terminal transship, dan jalur Malaka tetap dibuka,
- Kanal dibangun plus dibangunnya transshipment di tengah kanal, diperbolehkan kegiatan ekspor-impor, dan jalur Malaka ditutup, digantikan dengan feeder dari Terusan Kra ke Singapura,
- Kanal dibangun plus pembangunan transshipment di tengah kanal, diperbolehkan kegiatan ekspor-impor, jalur Malaka tetap dibuka, dan terdapat daerah zona ekonomi khusus Thailand Selatan.
Selama perkembangannya terdapat beberapa desain:
sumber: kra-canal.net
Problems
Hal ini perlu diwaspadai, jika Terusan Kra sukses, maka dunia tidak akan lagi membutuhkan Indonesia. Sehingga, multiplier effect dari proyek ini adalah berkurangnya kapal kargo yang singgah di Indonesia, lambat laun akan menurunkan pendapatan Indonesia, sehingga mematikan industri kargo di Indonesia: Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, dsb. Mati terkikis ombak sejarah.
Pertama, proyeksi Institute of Developing Economies Japan External Trade Organization (IDE-GSM), pada 2030 Indonesia akan rugi besar akibat proyek ini. Detak jantung Indonesia mungkin akan melemah karena Indonesia adalah negara ketiga di ASEAN yang diproyeksikan menderita kerugian paling parah bila dilihat dari persentase Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Berikut penjelasannya:
Skenario kedua adalah skenario paling dramatis dan seakan membuat tulang punggung maritim Indonesia keropos. Hal ini disebabkan Jalur Malaka “ditutup”. Program transhipment pun diambil alih oleh Singapura dan Indonesia tak kebagian jatah langsung, kecuali pendistribusian barang Indonesia-Singapura.
Terakhir, meskipun skenario ketiga memberikan 0% kerugian, para pemilik modal akan memilih efisiensi waktu dan biaya. Intinya tidak peduli skenario mana yang akan diterapkan, bahkan apabila ada opsi skenario keempat, Indonesia tetap akan rugi.