Mohon tunggu...
Dian Artharini
Dian Artharini Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aku: Tari, 32, ibu dua anak, praktisi UKM, menulis jika bermanfaat, google search: Dzafa Collection.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Shadow Banking, Peluang Atau Ancaman?

9 Oktober 2014   07:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:47 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412789284252470155

[caption id="attachment_365015" align="aligncenter" width="497" caption="Sumber gambar : www.valuewalk.com "][/caption]

Media berita online antaranews.com pada hari Kamis tanggal 2 Oktober 2014 yang dikutip oleh media online id.berita.yahoo.com menyebutkan bahwa Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu lalu telah mendesak negara-negara (di dunia) untuk memasukkan pengawasan "shadow banking" sebagai bagian dari kebijakan mereka yang dirancang untuk menjaga sistem keuangan secara keseluruhan tetap aman.

-----

"Shadow banking merupakan sebuah anugerah dan kutukan bagi negara-negara (di dunia), dan untuk menuai manfaatnya, pembuat kebijakan harus meminimalkan risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya terhadap sistem keuangan secara keseluruhan," kata IMF dalam Laporan Stabilitas Keuangan Global terbarunya.

-----

Bank Indonesia (BI) telah mendefinsikan bahwa “Shadow Banking” adalah institusi keuangan yang menjalankan fungsi layaknya perbankan, seperti misalnya perusahaan sekuritas, private equity, dana pensiun, asuransi, lembaga pembiayaan, hingga Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

-----

“Shadow banks" itu bertindak mirip dengan bank biasa yakni dengan cara mengambil uang dari investor (giran, penabung) dan meminjamkannya kepada peminjam (kreditur), tetapi tidak diatur oleh peraturan atau pengawasan yang sama (layaknya pada sebuah bank). Shadow banks dapat mencakup lembaga keuangan seperti reksadana pasar uang, hedge fund, perusahaan pembiayaan, dan broker/dealer. Di pasar negara-negara berkembang, misalnya, bisnis "shadow banking" telah mencapai sekitar tujuh triliun dolar AS dan pertumbuhannya melampaui sistem perbankan tradisional, kata laporan itu.

-----

Sudah sejak lama kita kenal “Shadow Banking” di Indonesia itu sebagai Lembaga Keuangan Non Bank, dimana peraturan atau ketentuan (juklak) yang diberlakukan kepada lembaga ini tidak termasuk didalam kitab Undang-Undang Perbankan, walau pada prakteknya mereka menjalan usaha yang sama persis dengan praktek yang dilakukan pihak perbankan dan yang anehnya lagi justru pihak perbankan sendiri khususnya bank plat merah atau bank swasta besar malahan punya anak-anak perusahaan yang juga bergerak dibidang Lembaga Keuangan Non Bank tersebut. Ini yang penulis sebut sebagai (terjadinya) “konglomerasi perbankan”, sesuai dengan tulisan penulis sebelumnya seperti yang tertuang disini.

-----

Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang saat ini selaku lembaga yang berwenang penuh untuk mengawasi dan menertibkan “Shadow Banking” ini, mungkin termasuk juga disini adalah lembaga “pegadaian” dimana hampir semua pihak perbankan saat ini juga ikut-ikutan menggelontorkan produk “pegadaian” di bank masing-masing, jangan ditanya soal bagi hasil atau imbalan (yang di bank disebut sebagai bunga) yang dikenakan setiap 3 bulanan pada lembaga “pegadaian” itu sungguh sangat mencekik leher, bersaing erat dengan para “rentenir” bahkan mungkin mereka (pegadaian) lebih besar lagi.

-----

Disatu sisi adanya “Shadow Banking” ini merupakan “peluang” bagi sebagian pihak perbankan dan para kreditur yang membutuhkannya sebagai alternatif lain dari meminjam di Bank, namun disisi lain bisa menjadi suatu “ancaman” sesuai dengan sinyalemen IMF tersebut diatas. Untuk mengantisipasinya maka pihak OJK perlu segera mengeluarkan Undang-Undang, Ketentuan Pelaksanaan atau Kebijakan secara lebih detail dan lebih fokus lagi, jangan sampai sepak terjang “Shadow Banking” ini tidak terawasi dengan baik atau berkembang terlalu pesat sehingga melampaui perbankan tradisional baik aktivitas ataupun assetnya, sehingga jika terjadi gejolak keuangan tidak akan menimbulkan dampak resiko sistimatik terhadap sistem keuangan nasional secara keseluruhan.

-----

Bandung, 09 Oktober 2014

-----

+++TARI+++


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun