[caption id="attachment_399567" align="aligncenter" width="544" caption="Ilustrasi pertunjukan musik dangdut. (Tribunnews.com)"][/caption]
Dangdut is the music of my country, saya setuju dengan maksud dari judul lagu yang dipopulerkan oleh PROJECT POP ini, dangdut adalah musik khas Indonesia, rasanya di seantero Nusantara ini tidak ada orang yang tak tahu jenis musik yang satu ini. Dulunya musik dangdut ini diidentikkan dengan kalangan masyarakat kelas bawah, namun seiring berjalannya waktu musik dangdut telah mengalami perkembangan yang luar biasa.
Pada awal 2000-an musik dangdut mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan bermunculannya penyanyi-penyanyi baru, tayangan televisi didominasi oleh acara-acara dangdut, dangdut juga memiliki tempat terhormat bisa tampil di acara kampanye politik dan kafe-kafe, dan musik dangdut dikemas dengan format yang modern, dan konon katanya yang lagi ngetren saat ini adalah jenis dangdut koplo.
Musik dangdut sekarang merambah kalangan atas yang notabene orang-orang elite dan terpelajar. Walaupun saya bukan dangduters sejati tidak munafiklah kalau jenis dangdut gaya-gayanya Ikke Nurjanah saya suka. Tapi dalam tulisan ini saya tidak membicarakan suka dan tidak suka terhadap musik dangdut.
Saya terinspirasi menuliskan tema ini karena malam minggu dua pekan yang lalu saya diajak suami menghadiri undangan salah satu teman di kampungnya. Ternyata di sana ada acara dangdutan. Untuk menghargai tuan rumah akhirnya kami mengikuti acara tersebut sampai jam sepuluh malam, dan ternyata pula orang-orang sangat ramai entah dari mana datangnya tumplek di tempat itu. Sepertinya pertunjukan dangdut punya magnet sendiri untuk menyedot perhatian penggemarnya.
Benar, bahwa musik dangdut adalah salah satu jenis musik yang mempunyai keunikan tersendiri. Rentak iramanya sanggup membuat orang terpancing untuk bergoyang walaupun lagunya tentang kesedihan, rasa kecewa, benci, marah, kebahagiaan, harapan, dan cinta. Dan salah satu yang sepertinya sudah berlaku umum dalam musik dangdut adalah kebiasaan "nyawer" atau memberikan "saweran pada "biduanita"nya.
Di awal saya sempat deg-degan juga sebelum para artisnya naik panggung. Bukan apa-apa, saya jadi teringat cerita- cerita bahwa para biduanita dangdut ini sering pakai baju kurang bahan disertai aksi-aksi erotis. Saya sempat juga lihat-lihat di YouTube - memang aksi mereka pada heboh. Bahkan saya pernah nonton berita di TV beberapa tahun yang lalu, di mana ada pertunjukan dangdut di salah satu daerah entah saya lupa nama daerahnya terpaksa dihentikan aparat kepolisian karena atraksi biduanita yang menghebohkan. Tapi syukurlah malam itu artis-artisnya tetap sopan walaupun busananya rada-rada seksi dan tak ada atraksi-atraksi yang superheboh walaupun di kampung penampilan mereka sangat modis layaknya artis Ibu Kota.
Kembali lagi ke masalah saweran. Saweran ini adalah sebagai tips dari penonton kepada biduanita dangdut yang konon kabarnya jumlahnya jauh melebihi jumlah honor resminya. Nah ini tak luput dari perhatian saya. Beberapa bapak-bapak yang notabene sudah "berumur" ikutan naik panggung dan joget-joget sama biduanitanya. Dan waww.... sepertinya semua merogoh kantong celananya mengeluarkan dompet masing-masing. Uang merah bergambar Soetta berkibar-kibar. Bahkan ada seorang bapak yang mengeluarkan uang biru segepok dibagi-bagi ke biduanita. Olala - entah apa yang ada dalam pikirannya. Apa memang uangnya sudah nggak ada serinya ya, entahlah. Â Di saat kehidupan masyarakat serbasusah saat ini ada orang yang terang-terangan menghambur-hamburkan uangnya demi kesenangan sesaat, yang jelas semua balik ke diri masing-masing. Dan konon lagi katanya saweran ini hanya ada di acara-acara dangdutan.
Tapi... ada satu hal yang menjadi "catatan" saya. Malam itu banyak sekali anak-anak yang menonton pertunjukan dangdut itu, entah apa diajak orang tuanya atau datang sendiri -bahkan mereka ada yang bergerombol pas di depan panggung. Apa ya yang ada di pikiran anak-anak itu melihat bapak-bapak berjoget asyik dengan para biduanita dengan uang yang melambai-lambai? Atau jangan-jangan salah satu dari bapak yang ada di atas panggung itu adalah orang tua salah satu anak yang menonton. Mungkinkah aparat desa atau kampung memberikan aturan terhadap penonton anak-anak ini atau menyosialisasikan sebuah himbauan pada warga untuk tidak membawa dan mengizinkan anak-anak di bawah umur untuk menyaksikan. Berikan pengertian kepada para orang tua bahwa anak yang masih di bawah umur lebih baik belajar saja di rumah atau nonton acara televisi yang cocok buat tontonan anak-anak.
Saya pernah baca di media lokal bahwa pemerintah daerah setempat sudah pernah mengeluarkan semacam larangan mengingat acara-acara dangdutan sampai malam seperti ini lebih banyak mudharat-nya. Tapi seiring perjalanannya aturan tinggal aturan. Tidak ada sangsi yang tegas bagi yang melanggar akhirnya aturan yang dikeluarkan menjadi basi.
Okelah, mungkin memang dangdutan tidak bisa dihindarkan, tapi harapan saya yang hanya rakyat biasa ini kepada pihak-pihak terkait yang berwenang untuk bisa memantau dan memberikan himbauan kepada masyarakat supaya anak-anak di bawah umur tidak dilibatkan dan janganlah diperlihatkan hal-hal semacam ini. Anak-anak adalah jiwa yang polos yang dengan mudah menyerap apa yang dilihat dan didengar. Khawatirnya hingga besar tertanam dalam jiwa mereka bahwa hal seperti itu sesuatu yang lumrah, wajar, dan boleh-boleh saja untuk ditiru.