Mohon tunggu...
Dyta Utamie
Dyta Utamie Mohon Tunggu... -

dytautami.wordpress.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Satu Ini Mungkin Beda...

22 Februari 2015   15:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:43 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalau saya ngomong soal "Tukang Tempe Mendoan" kira-kira apa yang anda bayangkan? Hmm.. mungkin anda akan membayangkan gerobak besar atau apalah namanya tempat si Tukang Tempe Mendoan itu menjalankan bisnisnya. Mungkin juga anda akan membayangkan Tempe Mendoannya, iya, tempe yang digoreng dengan tepung terigu setengah matang dengan ukuran yang 3 atau 4 kali lebih besar dari tempe yang dijual oleh tukang gorengan, atau yang biasa digoreng oleh para ibu di rumah-rumah. Atau... bisa jadi kalian membayangkan pejual tempe mendoannya, harganya, rasanya....

Yahh, apa pun yang anda bayangkan sepertinya syah-syah saja, itu juga kalau anda sempat atau membayangkan.. Dan tulisan saya ini memang sengaja saya buat bukan untuk mengajak anda untuk membayangkan. Tapi untuk merenungkan suatu kejadian yang saya pikir langka terjadi di jaman yang sudah semakin keruh ini. Apalagi di negeri ini, kalau negeri yang nun jauh disana, mungkin ini bukan cerita aneh...

Ceritanya begini.....

Waktu itu menjelang Isya, saat saya melangkah menuju ke tempat tukang tempe mendoan dan tak perlu memakan waktu lama, sampailah saya di tempat biasa tukang mendoan tersebut. Namun tak seperti biasanya, kali ini lapaknya nampak sepi... Biasanya yang ngantri kan lumayan banyak, bukan itu saja, penjualnya pun tidak ada di tempat padahal dagangannya lengkap, di box kaca tempe-tempe yang masih dalam kemasaran berjajar rapih. Disitu juga ada kotak penyimpan uang.. Aneh, kok ditinggal begitu saja?

Setelah sekian menit celingak-celinguk, akhirnya saya bertanya pada pedagang lain yang ada disekitarnya. "Permisi pak, ini yang jualan kemana ya?" "Lagi sholat teh... ! Tunggu aja, sholatnya ngga jauh kok" Sahut bapak si penjual soto. "Ohh,. iya makasih pak"  Kata saya, sembari kembali melangkah ke tempat tukang mendoan, kebetulan di sana ada beberapa bangku plastik, jadi saya bisa menunggu dengan sedikit leluasa.

Semenit, dua menit sampai sepuluh menit, bapak si tukang tempe mendoan belum juga muncul, lama juga ya? Diam-diam muncul rasa takjub, aneh juga si bapak ini, sholat isya kan waktunya panjang, bisa dilakukan nanti sehabis pulang berdagang misalnya? Padahal selain saya, dari setadi sudah banyak pembeli lain yang datang dan akhirnya pergi karena tidak sabar menunggu, sayang kan, secara ngga langsung rejeki hilang.. Pikir saya.. Dan lagi kok dia nggga takut dagangannya digondol orang? Aneh... Aneh...

Sedang saya masih sibuk memikirkan keanehan itu, si bapak tukang mendoan itu pun muncul, wajahnya terlihat terang dan jernih, pasti efek air wudhu dan habis sholat. "Sudah lama Mbak? Maaf tadi saya sholat dulu" sapa si Bapak tukang mendoan. "Lumayan, hampir 30 menitanlah" kata saya. "Biasa atau sedang?" Tanya bapak itu lagi, sementara tangannya dengan cekatan menyiapkan pesanan saya.

"Yang sedang saja, oya pak kenapa sholat isyanya ngga nanti saja, pulang dagang, sayang loh, dari tadi banyak yang mau beli, tapi bapak sholatnya lama, jadi pada pergi lagi deh.."  Mendengar ucapan saya bapak si penjual tempe mendoan terseyum, ini katanya "Kalau nunggu sampai pulang dagang, saya takut umur saya ngga sampai mbak, dan lagi rejeki Alloh yang atur, kalau memang rejeki pasti ngga kemana, ini buktinya mbak mau nunggu"..

"Iya juga sii".. ucap saya dalam hati saya berkata, sedari tadi saya menunggu pun, karena satu alasan, alasan yang entah dari mana munculnya, tiba-tiba saja saya merasa salah, kalau harus tidak jadi membeli yang artinya hilang satu kesempatan rejeki yang akan diterima oleh bapak itu. Entah kenapa saya merasa tidak rela, kalau gara-gara melaksanakan sholat seseorang bisa kehilangan kesempatan atau rejeki.  Itu alasan saya..

"Tapi bapak hebat ya, bisa begitu percaya sama yang ciptaiin bapak" Kata saya "Hebat apanya, saya sekedar melaksanakan apa yang harus saya kerjakan duluan kok, mbak"  Jleg, ucapan bapak penjual tempe mendoan kali ini sungguh membuat saya malu.. Bayangkan, tadi pas waktu isya datang, saya bukannya langsung sholat, malah dengan tenang tanpa rasa bersalah, nangkring dipinggir jalan ngurusin isi perut... Duhhh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun