Mohon tunggu...
M.IZZUDDIN
M.IZZUDDIN Mohon Tunggu... MAHASISWA

Menuju tak terbatas dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendung Di Bumi Wali

3 Januari 2025   20:16 Diperbarui: 3 Januari 2025   20:16 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit sore di Tuban tampak kelabu.
Awan mendung menggantung di atas kampus Islam yang berdiri megah di tengah kota. Di sudut taman kampus, Tejo duduk bersila di atas rumput yang mulai basah, ditemani beberapa temannya yang tampak gelisah. Mereka baru saja selesai kuliah, namun suasana sore itu bukan sekadar untuk menghabiskan waktu luang. Ada keresahan yang mengganjal di hati mereka.

"Kita ini mahasiswa, katanya agen perubahan," ucap Tejo membuka percakapan. Suaranya tenang namun berat. "Tapi coba lihat sekitar kita. Banyak orang tua yang kesulitan menyekolahkan anaknya, korupsi masih merajalela, dan ekonomi makin sulit. Sementara kita di sini cuma belajar teori."

Suasana hening sejenak. Rani, salah satu teman Tejo, akhirnya bersuara. "Aku juga sering kepikiran itu, Jo. Rasanya apa yang kita pelajari di kelas, soal keadilan, soal ekonomi syariah, nggak ada artinya kalau cuma jadi wacana. Tapi... kita bisa apa? Kita kan cuma mahasiswa."

Faisal, yang biasanya pendiam, menimpali, "Iya, sih. Kita belajar panjang lebar tentang konsep zakat, wakaf, dan keadilan sosial. Tapi kalau praktiknya? Lihat di desa-desa, banyak orang nggak ngerti soal itu. Bahkan, yang terlibat langsung dalam pengelolaan dana umat pun sering menyalahgunakan amanah."

Tejo menarik napas dalam. Ia tahu keresahan ini bukan hanya miliknya, melainkan milik banyak mahasiswa lain. Namun, semakin mereka berbicara, semakin jelas bahwa mereka terjebak dalam lingkaran keluhan tanpa solusi.

"Masalahnya, kita ini lebih banyak takut memulai," lanjut Tejo, suaranya kini lebih bersemangat. "Coba kita ingat sejarah kota ini. Dulu, para wali berdakwah bukan dengan pidato saja, tapi dengan aksi nyata di tengah masyarakat. Sunan Bonang mengajar dengan seni dan budaya. Kenapa kita nggak bisa begitu juga?"

Rani mengangguk pelan. "Tapi Jo, apa langkah pertama yang harus kita ambil?"

Tejo tersenyum. "Kita mulai dari hal yang kita bisa. Aku punya ide. Gimana kalau kita bikin komunitas kecil? Kita buat gerakan edukasi, bantu anak-anak belajar, ngajari ibu-ibu UMKM cara jualan online, atau bahkan sekadar berbagi pengetahuan tentang ekonomi syariah lewat media sosial."

Bayu, yang sejak tadi hanya mendengarkan, akhirnya ikut bicara. "Itu ide bagus. Tapi kita perlu serius. Jangan sampai ini cuma jadi wacana yang mati di tengah jalan."

Akhirnya, sore itu lahirlah sebuah komunitas kecil yang mereka namai "Lingkar Perubahan Bumi Wali."

Hari-hari pertama, mereka memulai dengan membuat konten edukasi di media sosial. Video pendek tentang pentingnya pendidikan, tips mengelola keuangan sesuai syariah, hingga kisah inspiratif para wali diunggah secara berkala. Namun, tak semua orang menyambut baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun