Sebagai bangsa yang telah dibaptis dunia sebagai salah satu bangsa yang besar seperti Indonesia ini, maka sudah tak selayaknyalah kita melupakan dan tidak peduli akan tiap detail serpihan sejarah bangsa yang akhirnya membangun nusantara menjadi suatu republik bernama Indonesia ini. Potongan-potongan historika yang dulu pernah dilupakan bahkan dikubur dan dipendam dalam-dalam oleh para penguasa sedikit demi sedikit mulai terungkap dengan sendirinya. Mulai dari sosok pejuang revolusioner seperti Tan Malaka, dimana nama pahlawan tidak pernah lepas dari namanya namun ia sendiri tak pernah disebutkan di buku sejarah. Moment kelam gerakan 30 september yang dahulunya dianggap sebagai pemberontakan murni, kini mulai dipertanyakan, apakah benar pemberontakan ataukah sebuah konspirasi untuk menggulung sebuah kekuasaan. Peristiwa Malari yang disebut-sebut sebagai ketidakpuasan anak negeri terhadap modal asing dan investasi, ataukah sebuah ketidakpuasan anak negeri yang dibumbui dan ditunggangi seorang AsPri untuk memperburuk citra lawan politiknya dan mencari muka dihadapan sang “Bapak”. Dan masih banyak lagi tentunya potongan-potongan sejarah yang masih menjadi misteri dan menunggu untuk diungkap. Akan tetapi kita kali ini tidak akan membicarakan hal-hal itu, biarlah yang lebih ahli dan lebih berkompeten dalam bidangnya saja yang berbicara tentang siapa yang menulis dan siapa yang disingkirkan dalam catatan sejarah. Kali ini kita akan mencoba untuk mengulas sisi lain dari sejarah yang pernah dan mungkin paling sering dilupakan, suatu kaum yang sebenarnya memberi warna tersendiri dalam perjalanan republik ini, suatu peran yang sering diinferiorkan dengan gender sebagai alibi, dan kaum itu adalah, Wanita.
Dalam perjalanan panjang republik ini, tentu kebanyakan orang mungkin hanya mengingat dan mengetahui segelintir wanita yang pernah berjasa dalam membangun dan memberi warna perjalanan sejarah bangsa ini. Kebanyakan orang hanya mengetahui kartini sebagai pejuang kemerdekaan, khususnya dalam bidang emansipasi wanita. Padahal jika kita mau setidaknya untuk sedikit lebih belajar, masih banyak wanita-wanita yang lebih heroik dan perkasa dari kartini. Masih banyak srikandi-srikandi yang dengan penuh idealisme berjuang mempertahankan prinsip-prinsip yang diyakininya. Tanpa mengesampingkan jasa kartini, marilah kita sedikit menoleh wanita-wanita hebat yang pernah kita lupakan. Dewi Sartika, adalah sebuah nama yang mungkin paling sering didengar setelah kartini, wanita yang terkenal sebagai perintis pendidikan di Indonesia ini adalah wanita pertama yang mendirikan sekolah khusus wanita se-Hindia Belanda pada waktu itu. Saat kartini masih berbicara dan menulis tentang emansipasi wanita, maka dewi sartika telah menciptakan Sekolah Istri bagi kaum wanita dari rakyat jelata.
Selain dewi sartika, kita juga harus mengenal dan tahu wanita yang bernama Rohana Kudus. Rohana kudus adalah wantia Indonesia yang tidak hanya peduli dan melakukan pergerakan dalam dunia pendidikan, akan tetapi ia juga membuka peluang berwirausaha bagi sekolah wanita yang didirikannya sendiri. Selain menjadi pendidik di sekolah Amai Setia, yaitu sekolah wanita yang didirikannya, ia juga terkenal sebagai jurnalis wanita pertama di Indonesia. Tulisan-tulisannya dalam masa-masa perjuangan menjadi pelecut sekaligus suplemen bagi para pejuang untuk memberangus kolonialisme dan menggilas penindasan bagi rakyat pribumi. Yang menarik dari Rohana Kudus ialah konsep dan idenya mengenai emansipasi. Jika kebanyakan orang mengartikan emansipasi sebagai persamaan hak antara laki-laki dan wanita, maka bagi rohana tidaklah seperti itu. Bagi Rohana Kudus wanita tetaplah wanita dan laki-laki tetaplah laki-laki. Oleh karena itu tidak bisa benar-benar disamakan, akan tetapi yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan memiliki ilmu pengetahuan. Emansipasi yang dikonsepkan Rohana Kudus tidak menuntut persamaan hak perempuan dengan laki-laki namun lebih kepada pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu sendiri secara kodratnya.
Nama lain yang bisa kita pelajari sebagai pejuang wanita adalah Malahayati. Malahayati atau lengkapnya Keumalahayati adalah orang yang bisa dikatakan sebagai panglima perang wanita pertama di nusantara ini. Banyak yang kurang tahu akan dirinya, dan bahkan mungkin tidak tahu sama sekali. Akan tetapi jika kita mendalami peran wanita ini, maka siapa saja akan berdecak kagum. Betapa tidak, dialah wanita yang membunuh Cornelis de Houtman di geladak kapal saat pertempuran satu lawan satu menggunakan pedang. Cornellis de Hputman sendiri adalah orang belanda yang menemukan jalur rahasia pelayaran menuju Indonesia. Malahayati adalah wanita asli keturunan kerajaan aceh. Dia masih memiliki garis darah dengan pendiri kerajaan aceh. Pada saat nusantara masih berbentuk kerajaan-kerajaan dan dimana adat masih menggariskan wanita sebagai yang nomor dua, maka malahayati menerobos garis-garis batas adat tersebut, menjadi peretas adat yang diciptakan manusia sendiri untuk merendahkan manusia lainnya.
Sebenarnya masih banyak lagi wanita-wanita yang memiliki peran heroik dan berjiwa revolusioner dalam perjalanan bangsa ini. Yang diatas tadi hanya segelintir saja supaya kita ingat bahwa wanita Indonesia pernah menyalakan api perjuangan untuk menghangatkan pejuang-pejuang kemerdekaan melalui gerakan mereka sendiri, baik berupa tulisan, peran dan pendidikan. Hal itulah yang seharusnyakita teladani dan tidak kita lupakan, bahwa wanita indonesia pernah berjaya pada masanya masing-masing dan sudah saatnya masa kejayaan itu dikembalikan ditengah muaknya kita terhdap pemimpin-pemimpin munafik yang hanya memiliki tujuan pragmatis dengan kedok perilaku normatif. Kita harus meyakini bahwa masih ada bahkan masih banyak srikandi-srikandi Indonesia yang perkasa yang bisa berbuat untuk negerinya.
Bagaimanapun juga peran seorang wanita dalam perjuangan selalu memberikan warna dan romantisme tersendiri untuk kita pelajari sebagai anak bangsa. Dan jika hangatnya perjuangan itu bisa dikembalikan, maka kami akan siap menyambut Srikandi-srikandi baru yang perkasa yang bisa membuat tempat ini lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H